Pakaian Adat Aceh – Satu dari sekian banyaknya provinsi yang ada di Indonesia, yakni Aceh, memiliki sejuta keunikan yang patut untuk di ulas. Ya, hal tersebut karena, provinsi Aceh memiliki keberagaman suku, budaya, makanan khas, dan yang paling menarik dan unik untuk dibahas adalah pakaian adatnya.
Suku yang berada di ujung pulau Sumatera ini, memang memiliki pakaian khas dan unik, yang sering digunakan dalam moment tertentu, seperti ketika sedang upacara adat, pernikahan dan acara lainnya.
Membahas tentang pakaian adat Aceh sendiri, perlu Anda ketahui, ketika dulu masih zaman Kolonial Belanda, pakaian adat Gayo dibuat menggunakan kayu nanit, yang dipadukan dengan bahan lainnya seperti kapas.
Bahan tambahan ini sendiri, didatangkan dari daerah luar Gayo, karena memang di Gayo sendiri bahan campuran masih jarang ditemukan.
Terlepas dari hal tersebut, tentu kini pakaian adat Aceh telah berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Yang dulu dibuat menggunakan kayu, sekarang tentu telah dibuat menggunakan kain yang unik.
Untuk ulasan selengkapnya, simak penjelasan berikut ini!
Pakaian Adat Aceh Modern
Kini, tentu masyarakat Aceh sudah tak lagi menggunakan bahan-bahan kuno untuk membuat pakaian adatnya. Dimana pakaian adat Aceh modern sendiri, dibedakan menjadi dua macam, yakni Linto Baro untuk pria dan Daro Baro untuk wanita. Apa perbedaan dari keduanya? Berikut ini penjelasannya:
Pakaian Adat Aceh Linto Baro (Untuk Pria)
Baju khas Aceh untuk pria sendiri terdiri dari beberapa perlengkapan, seperti celana, baju, perhiasan, dan beberapa elemen lainnya. Beberapa diantaranya yakni:
-
Baju Meusakah
Untuk bagian bajunya, baju Meusakah untuk pria ini, terbuat dari kain tenunan jenis sutera dengan warna dasar hitam. Mengapa menggunakan warna hitam? Penggunaan warna ini tentunya disertai dengan makna, dimana menurut kepercayaan masyarakat Aceh, warna hitam memiliki arti kebesaran.
Nah, selain penuh makna tersebut, pakaian adat Aceh untuk pria ini pun memiliki keunikan yang jarang diketahui. Dari segi namanya? Jika Anda lihat lebih dalam, pasti akan menemukan menemukan sulaman benang emas yang hampir mirip dengan kerah baju khas suku Tionghoa.
Ya, hal tersebut karena, menurut sejarah, suku Aceh sendiri merupakan percampuran dari budaya Aceh asli dan budaya Cina yang dibawa oleh para pelaut dan pedagang yang berasal dari Cina.
-
Celana Sileuweu
Untuk bagian celananya, memang tak jauh berbeda dengan baju Meusakah, dimana dengan celananya juga dibuat menggunakan kain tenun dengan warna dasar hitam pula. Alasan mengapa dinamakan Sileuweu sendiri, karena Sileuweu dalam bahasa Aceh memiliki arti.
Disamping hal tersebut, selain dinamakan Sileuweu, oleh adat Melayu, celana ini juga disebut sebagai “Celana Cekak Musang”. Dikatakan cekak, karena memang dalam pembuatannya atau pemakaiannya, cekak diatas mata kaki. Selain itu, pemakaiannya juga dengan diikat ke pinggang, yakni batas panjang lutut dibatasi kira-kira sepuluh sentimeter dari atas lutut.
Sedangkan untuk aksesorisnya, pemakaian celana sileuweu dilengkapi dengan sarung yang terbuat dari kain songket dengan berbahan kain sutra. Tujuan dari penambahan kain songket ini, yakni untuk menambah kewibawaan dari pria yang memakainya. Untuk sarung yang digunakan sendiri, biasanya menggunakan jenis Ija Sangket, Ija Lamgugap, atau Ija Krong.
-
Meukeotop
Apa itu Meukeotop? Perlu diketahui, meski dalam segi baju terdapat campuran adat Cina, namun pakaian adat Aceh ini tetap menggunakan budaya Islam. Hal ini karena, memang provinsi yang sering disebut dengan serambi Mekah ini, mayoritas masyarakatnya memeluk agama islam. Nah, Meukeotop ini merupakan pelengkap baju khas Aceh yang berbentuk kopiah, namun dengan bentuk khas adat Aceh.
Untuk bentuk kopiah meukotop khas Aceh ini, mempunyai hiasan khas dengan bentuk lonjong condong ke atas. Selain itu kopiah tersebut juga dilengkapi dengan lilitan yang berbentuk bintang segi delapan. Untuk lilitan ini sendiri dibuat dari tenunan kain sutra yang berbahan dasar emas. Tentu sangat menarik bukan?
Disamping hal tersebut, kopiah Meukotop ini mempunyai filosofi serta estetika yang sangat dalam, yakni direpresentasikan dalam lima warna. Dimana masing-masing warna tersebut mempunyai arti tersendiri yang penuh makna, yakni:
- Serta warna putih yang mempunyai makna keikhlasan dan kesucian
- Warna hitam yang mempunyai makna kemantapan hati dan ketegasan
- Warna kuning yang mempunyai makna negara atau kesultanan
- Warna merah yang maknanya kepahlawanan
- Warna hijau yang mempunyai makna yaitu Agama Islam.
Selain memiliki warna yang bermakna, setiap bagian dalam kopiah Meukotop pun mempunyai empat bagian, dimana masing-masing bagian tersebut juga mempunyai makna mendalam, yakni:
- Bagian pertama mempunyai makna hukum
- bagian kedua mempunyai makna adat
- bagian ketiga mempunyai makna kanun,
- Serta bagian keempat mempunyai makna reusam.
Sedangkan untuk segi motifnya, kopiah Meukotop ini sendiri dibuat menjadi beragam motif sesuai dengan keinginan, namun untuk bentuknya tetap sama. Nah, yang membedakan motifnya, biasanya warna kain songket yang digunakan untuk membalut lingkaran kopiah sesuai dengan warna pakaian adat yang digunakan.
-
Rencong
Untuk pelengkap aksesoris pakaian adat Aceh untuk pria ini adalah Rencong. Ya, untuk melengkapi baju, celana serta penutup kepala, Rencong ini merupakan aksesoris pelengkap yang berbentuk senjata. Eits, senjata ini hanya sebagai hiasan pada pakaian adat yang digunakan saja, bukan untuk perang.
Selain itu, Rencong yang merupakan senjata adat Aceh sendiri, ditujukan sebagai simbol identitas diri yang memiliki makna ketangguhan serta keberanian orang suku Aceh. Sedangkan untuk pemakaiannya, rencong ini biasanya diselipkan pada bagian lipatan sarung tepat di bagian pinggang, dimana bagian gagang rencong dipasang menonjol keluar atau mirip seperti pemasangan keris khas suku Jawa.
Nah, perlu Anda ketahui juga, bahwa Rencong ini mempunyai tingkatan tertentu, misalnya khusus bagi Sultan, rencong yang digunakan dibuat dari emas serta berukiran kutipan ayat-ayat suci dalam Al-Qur’an. Sedangkan rencong biasa, umumnya dibuat dari bahan kuningan, perak, gading, besi putih, atau kayu.
Ya, dari bahan pembuatannya sendiri tentu bisa terlihat, semakin bagus bahan yang digunakan, maka menandakan bahwa orang tersebut memiliki kedudukan yang tinggi. Namun terlepas dari hal tersebut, Rencong merepresantikan sebagai simbol Bismillah dalam agama Islam.
Pakaian Adat Aceh Untuk Daro Baro (Untuk Wanita)
Pakaian adat Aceh untuk pria dan wanita tentu memiliki pelengkap dan bentuk yang berbeda. Jika untuk pria dinamakan Linto Baro maka, untuk wanita dinamakan Daro Baro. Nah, berbeda dengan Linto Baru untuk pria, Daro baro ini memiliki warna yang lebih cerah dan lebih islami. Untuk mengetahui perbedaannya, simak ulasan berikut ini!
-
Baju Kurung
Mengapa dikatakan sebagai baju kurung? Ya, pakaian adat Aceh untuk wanita ini, memiliki bentuk seperti kurung, serta berlengan panjang. Selain itu, baju kurung khas Aceh untuk wanita ini memiliki kerah, serta dibuat dengan motif sulam benang, yang berwarna emas. Hampir sama dengan Linto Baru, baju khas Aceh untuk pria, Daro Baro penambahan aksen emas ini juga karena adanya campuran budaya cina.
Membahas dari segi namanya, yakni baju kurung, untuk bentuknya sendiri, Daro Bari berbentuk melebar panjang sampai ke pinggul. Tujuan dari penggunaan bentuk ini adalah, agar dapat menutup semua lekukan serta aurat tubuh dari seorang wanita.
Selain hal tersebut, perlu diketahui pula bahwa baju kurung ini merupakan hasil penggabungan dari budaya Arab, Tionghoa, serta Melayu, yang berkolaborasi antara bentuk dan motifnya.
-
Celana Cekak Musang
Sama seperti Linto Baro untuk pria, bagian celana pakaian adat Aceh untuk wanita juga dinamai cekak musang, atau disebut juga dengan celana sileuweu. Namun berbeda dengan Linto Baro, celana ini mempunyai lilitan sarung, yang digunakan sebagai penghias, yang panjangnya lutut. Untuk penggunaannya, Anda bisa melihat ketika wanita Aceh sedang melakukan pertunjukan tari saman.
-
Penutup Kepala dan Perhiasan
Sama seperti pada pakaian adat Aceh untuk pria, Daro Baro untuk wanita juga dilengkapi dengan penutup kepala. Nah, karena Aceh sangat identik dengan budaya islami, tentu tak hanya desain bajunya saja yang sangat islami, namun bagian penutup kepala juga didesain agar dapat menutup semua auratnya.
Karena demikian, bagian kepala sendiri ditutupi menggunakan kerudung, yang ditambahkan dengan mahkota bunga-bunga alami, atau yang biasa disebut sebagai Patham Dhoi. Untuk tampilannya sendiri, karena menggunakan bunga alami, tentu sangat unik, menarik, dan elegan yang membuat wanita semakin terlihat cantik.
Sedangkan untuk tambahan aksen keunikannya, di bagian kepala ini ditambah dengan berbagai perhiasan lainnya seperti Tusuk Sanggul.
Selain hal demikian, pakaian adat Aceh Daro Baro untuk wanita ini ditambahkan dengan aksen gelang, kalung, anting serta aksesoris lainnya yang dipasang di bagian kepala, dada, tangan serta bagian tubuh lainnya.
Pakaian Adat Aceh Gayo (Zaman Dulu)
Terlepas dari pakaian adat Aceh modern tersebut, tentu Anda penasaran bukan bagaimana keunikan dari baju khas Aceh Gayo yang digunakan zaman dulu? Sebelumnya, perlu diketahui, bahwa Suku Aceh Gayo sendiri saat ini masih ada, dan merupakan sub suku Aceh yang berdiam di kabupaten Aceh Tengah.
Untuk pakaian adat Aceh Gayo sendiri tentu berbeda dengan baju khas Aceh modern yakni Linto Baro dan Daro Baro yang umumnya digunakan di Aceh Barat. Sama seperti baju adat Aceh modern, khas gayo pun terdiri dari dua macam, yakni Aman Mayok untuk pria dan, Ineun Mayok untuk wanita. Untuk ulasannya, simak penjelasannya berikut ini!
-
Aman Mayok (Pakaian Adat Aceh Gayo Untuk Pria)
Baju khas Aceh Aman Mayok untuk pengantin pria ini, memiliki aksen Bulang Pengkah, yang juga berfungsi tempat menancapkan sunting. Sedangkan untuk perlengkapannya, terdiri atas baju putih, celana, kain sarung, Ponok (sejenis keris), genit rante, tanggang, cincin serta beberapa gelang pada lengan.
Selain itu, unsur lain yang memiliki keunikan adalah Sanggul sempol gampang, dan sempol gampang bulet yang biasanya digunakan pada akad nikah, serta sempol gampang kenang yang biasanya digunakan sepuluh hari setelah prosesi akad nikah.
-
Ineun Mayak (Pakaian Adat Aceh Gayo Untuk Wanita)
Sedangkan untuk Ineun Mayok yang merupakan baju pengantin wanita, memiliki perlengkapan seperti baju, ikat pinggang ketawak, serta sarung pawak. Sedangkan perhiasan, meliputi mahkota sunting, sanggul sempol gampang, cemara, anting-anting subang gener, subang ilang, lelayang, serta ilung-ilung. Dimana perhiasan-perhiasan tersebut, dikenakan sebagai hiasan pada kepala agar mempercantik si mempelai wanita.
Sedangkan untuk bagian lehernya, hiasan yang digunakan sesuai dengan kalung tanggal. Dimana, jika dibuat dari perak, maka menggunakan tanggang birah-mani serta uang perak tanggang ringgit, dan belgong atau sejenis manik-manik.
Selain itu, untuk bagian lengan sampai ujung jarinya, dipercantik dengan gelang, seperti gelang berapit, gelang puntu, gelang giok, gelang beramur, gelang bulet, topong, serta dengan berbagai jenis cincin seperti sensim patah, cincin sensim belam keramil, sensim belilit, sensim keselan, sensim genta, serta sensim kul.
Sedangkan untuk bagian pinggangnya, tak hanya dilengkapi dengan ikat pinggang saja, namun juga menggunakan pula rantai genit rante, yang juga digunakan di pergelangan kaki sebagai gelang kaki. Dan tak lupa juga, ditambahkan dengan upuh ulen-ulen selendang yang memiliki ukuran sesuai dengan lebar unur busana.
Ya, setiap daerah tentu memiliki keunikan tersendiri dalam hal pakaian, termasuk pakaian adat Aceh. Meski demikian, dari berbagai keberagaman baik itu pakaian ataupun segi lainnya, jadikan keberagaman tersebut sebagai pemersatu Indonesia, bukan pemecah belah.