Wali Songo – Nama wali songo terdengar sudah tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat islam khususnya masyarakat Jawa. Para Wali songo merupakan penyebar agama islam di tanah Jawa.
Perjuangan para wali ini tercatat sebagai tinta emas. Mereka menyebarkan gerakan kultural untuk menyebarkan agama islam di seluruh tanah Jawa. Maka, agama tauhid ini kemudian di anut oleh sebagian besar masyarakat Jawa.
Berkat hikmah dan kebijaksanaan dakwah yang di sampaikan oleh para wali songo, perjalanan islamisasi di pulau jawa berjalan dengan lancar. Simbol- simbol kebudayaan lokal seperti wayang, gamelan, digunakan untuk metode metode dakwah.perpaduan kebudayaan lokal dengan kebudayaan islam ini kemudian di lanjutkan oleh ulama generasi selanjutnya.
Wali songo, terdiri dari sembilan wali. Diantaranya, Maulana malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kali jaga, dan Sunan Muria. Pada artikel kali ini akan di terangkan secara singkat bagaimana sejarah perjuangan dakwah beliau- beliau. Berikut sedikit penjelasannya:
Sunan Gresik: Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan seorang wali yang hidup masa kejayaan kerajaan Majapahit. Beliau sampai di gresik pada tahun 1404 M. Kala itu sudah di jumpai sekelompok kecil umat Islam di pesisir pantai Pulau Jawa.
Sebagian dari mereka merupakan saudagar yang menyebarkan agama islam dan juga berdagang, hal ini terbukti karena adanya makam seorang wanita yang bernama Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 1082 M atau 475 H di daerah Leran.
Pada saat itu, islam belum berkembang dengan pesat. Menurut sejarah, Islam mulai berkembang pesat di Gresik semenjak Maulana Malik Ibrahim berdakwah di sana. Namun kala itu sudah ada seorang raja di pulau Jawa yang memeluk agama Islam. Raja itu bernama Ratu Sima yang beristana di Kalingga yang berada di daerah Jepara.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim di kenal dengan berbagai nama. Di antaranya, Maulana Maghribi, disebut demikian karena beliau berasal dari daerah Maghribi, Afrika Utara.
Namun ada pula yang menyebutnya dengan Maulana Gresik atau Sunan Gresik. Sunan Gresik merupakan keturunan Ali Zainal Abidin Al Husein bin Ali bin Abi Thalib. Di beri nama Sunan Gresik karena penyebaran dakwahnya di daerah Gresik.
Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa bersama dengan Raja Cermin beserta dengan putra putri nya. Raja Cermin adalah Raja Hindustan. Sebagian Riwayat ada yang meyebutkan bahwa Sunan Gresik datang dari Turki sebagai utusan dakwah Khalifah Turki Utsmaniyah.
Beliau pernah mengembara di Gujarat sehingga cukup berpengalaman menghadapi orang – orang Hindu. Yang mana saat itu raja dan rakyat masih beraga Hindu atau Budha , sebagai agama resmi kerajaan.
Maulana Malik Ibrahim terkenal sebagai Si Kakek Bantal. Penolong fakir, miskin dan juga ahli tata negara yang di hormati oleh para pangeran dan sultan. Berbagai gelar tersebut menunjukkan betapa hebat perjuangan beliau untuk masyarakat Jawa. Beliau juga di kenal ahli pertanian dan pengobatan.
Semenjak beliau berada di Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam, Sunan Giri mempunyai gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian.
Maulana Malik Ibrahim mempunyai sifat lemah lembut,welas asih. Dan ramah kepada semua orang baik muslim ataupun Hindu, yang membuat Maulana Maghribi sangat di segani oleh masyarakat.
Kepribadian yang terpuji itulah yang membuat banyak orang rela berbondong- bondong masuk Islam dengan sukarela dan menjadi pengikut setianya.
Di Gresik, Maulana Malik Ibrahim mendirikan sebuah pesantren, tempat yang di jadikan untuk mempelajari AL Qur’an, hadist, bahasa Arab, dan sebagainya di sana. Inilah yang menjadi cikal bakal pesantren di Jawa, Dari pesantren yang pertama berdiri tersebut beliau menuai hasil yang sangat memuaskan.
lahirlah para mubaligh yang kemudian tersebar luas ke seluruh Nusantara. Tradisi pesantren ini berkembang hingga sekarang.
Pengikut Sunan Gresik semakin bertambah, Beliau mempunyai niatan untuk mengislamkan Raja Majapahit. Hal itu di utarakan beliau kepada sahabatnya, Raja Cermin. Ternyata Raja Cermin juga mempunyai niatan yang sama untuk mengajak Prabu Brawijaya untuk masuk agama Islam.
Maka pada tahun 1321 M, Raja Cermin datang ke Gresik disertai putri nya yaitu Dewi Sari. Tujuan sang putri adalah untuk memberikan bimbingan kepada para putri istana Majapahit untuk mengenal Islam.
Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 M atau 822 H. Beliau di makamkan di Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel
Sunan Ampel merupakan putra dari ayah yang bernama Syekh Ibrahim Asmarakandi yang berasal dari Samarqand. Samarqand merupakan wilayah besar yang melahirkan ulama- ulama’ besar seperti Imam Bukhari yang termasyhur sebagai perawi hadist shohih. Di Samarqand hidup pula seorang ulama’ besar yang bernama Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra. Beliau mempunyai anak yang bernama Ibrahim.
Syekh Ibrahim Asmarakandi di perintahkan oleh sang ayah untuk berdakwah di wilayah negara- negara Asia. Beliau berhasil mengislamkan Raja Campa dan rakyatnya, Bahkan, kemudian raja Campa dijodohkan dengan putri raja yang bernama Dewi Candra Wulan.
Dari pernikahan Syekh Ibrahim Asmarakandi dengan Dewi Candra Wulan memiliki dua orang putera yaitu Raden Rahmat atau Sayid Ali Rahmatullah dan Raden Santri atau Sayid Ali Murtadho.
Adik dari Dewi Candra Wulan yang bernama Dewi Dwarawati di peristeri oleh Prabu Brawijaya dari Majapahit. Namun kala itu, Kerajaan Majapahit sedang mengalami masa kemunduran yang di sebabkan oleh perang antar saudara. Oleh sebab itu, Sang Prabu Brawijaya merasa sangat risau.
Kemudian Dewi Dwarawati mengusulkan untuk memanggil keponakannya yang tinggal di Campa yaitu Sayid Ali Rahmatullah. Karena beliau memang ahli dalam mengatasi kemerosotan budi pekerti.
Maka dikirimlah utusan dari negeri Campa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit yang kemudian disambut dengan senang hati oleh sang Raja Campa.
Berangkatlah Sayid Ali Rahmatullah ke tanah Jawa yang di temani oleh sang ayah yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim Asmarakandi dan sang kakak yaitu Sayid Ali Murtadho.
Ada dugaan yang menyebutkan bahwa mereka tidak langsung menuju majapahit, namun singgah terlebih dahulu ke daerah Tuban. Namun ketika di Tuban, sang ayah jatuh sakit dan kemudian wafat.
Sepeninggal ayahanda, Sayid Ali Murtadho melanjutkan dakwahnya keliling Pulau Bali, Sumba, Sumbawa madura hingga mencapai Bima. Sementara Sayid Ali Rahmatullah melanjutkan perjalanan menuju Majapahit.
Sesampainya di Majapahit, beliau di sambut gembira oleh sang Prabu. Beliau di hadiah i sebidang tanah beserta bangunannya di Surabaya. Beliau diminta untuk mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti luhur.
Pada hari yang di tentukan, berangkatlah Sayid ali Rahmatullah ke Surabaya yang bernama Ampel dhenta. Prabu Brawijaya menyertakan 300 anggota keluarganya untuk mengikuti Sayid Ali Rahmatullah. Selama di perjalanan, beliau melakukan dakwah sehingga bertambah pula rombongannya.
Sebelum tiba di Ampel, beliau mendirikan sebuah langgar sederhana di Kembang Kuning yang letaknya delapan kilometer dari Ampel. Karena berdakwah di sekitar Ampel, maka beliau di sebut sebagai Sunan Ampel.
Sunan Ampel di sebut sebagai bapaknya para Wali. Beliau merupakan sesepuh wali songo, mufti atau petinggi agama Islam setanah Jawa. Beberapa murid dan putra beliau menjadi bagian dari Wali Songo. Diantaranya Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Sunan Kalijaga.
Ajaran dari Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah moh limo. Artinya, tidak melakukan lima hal tercela. Moh limo tersebut yaitu, moh main (tidak mau judi), moh ngombe (tidak mau mabuk), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau mengisap candu), dan moh madon (tidak mau berzina).
Sunan Ampel di kenal sebagai pendakwah sekaligus ahli pidato yang pandai memikat pendengarnya. Ajaran Sunan Ampel begitu bermakna bagi anak keturunannya.
Sekalipun beliau telah wafat pada tahun 1481 M dengan candra sengkala ulama Ampel seda Masjid. Cerita lisan dari masyarakat meyebutkan bahwa beliau wafat saat sujud di masjid. Namun ada riwayat lain yang menyebutkan beliau wafat pada tahun 1406 Jawa.
Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan seorang Wali yang mempunyai nama asli Raden Makdum atau Maulana Makdum Ibrahim. Beliau lahir di daerah Ampel, surabaya pada tahun 1465. Beliau di tugaskan untuk berdakwah di daerah Bonang, Tuban. Semasa kecil, Sunan Bonang selalu di didik oleh sang ayah dengan disiplin dengan ketat. Ayah beliau merupakan Sunan Ampel.
Sunan Bonang pernah menaklukkan Kebondanu, seorang pemimpin perampok dan anak buahnya dengan hanya menggunakan tembang gending “Dharma” dan “Macapat”. Mendengar tembang tersebut , Kebondanu dan anak buahnya merasa lemas dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Setelah mereka bertaubat, mereka kemudian menjadi pengikut Sunan Bonang, Namun kesaktian Sunan Bonang tidak hanya terletak pada gamelan dan gaungnya.
Pada masa hidupnya,Sunan Bonang termasuk penyokong Kerajaan Islam Demak. Beliau juga turut merancang sendi – sendi keprajuritan, peraturan muamalah, undang- undang , dan masjid Demak. Beliaulah yang memutuskan untuk pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak.
Dalam menyiarkan ajaran Islam, Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab. Diantaranya, Ihya Ulumudin dari Al Ghazali dan Al Anthaki dari Dawud Al Anthaki. Tulisan Abu Yazid Al Busthami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani juga menjadi acuan baginya.
Ajaran Sunan Bonang memuat tiga tiang agama meliputi tasawuf, ushuludin, dan fikih. Dalam berdakwah, Sunan Bonang kerap menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati masyarakat awam, Seperangkat gamelan bonang misalnya, yang bila di pukul mengeluarkan bunyi yang sangat merdu.
Jika sang gendang di pukul sendiri oleh sang sunan, suaranya sangat menyentuh hati para pendengarnya. Kemudian mereka berbondong – bondong datang ke masjid. Dalam bidang sastra budaya, sumbangan beliau meliputi dakwah melalui pewayangan san turut mendirikan masjid Demak.
Selain itu beliau juga menyempurnakan Instrumen gamelan, terutama bonang, kenong, dan kempul. Mengubah Suluk Wujil dan tembang “Macapat”. Pada zaman sekarang, salah satu ajaran Sunan Bonang telah di gubah menjadi syair pujian “Tombo Ati”.
Sunan Drajat
Kata Drajat berasal dari bahasa Arab, yaitu darajat yang berarti martabat atau tingkatan. Sunan Drajat merupakan seorang putra dari Sunan Ampel dari pernikahannya dengan Dewi Candrawati. Sunan Drajat juga adik dari Sunan Bonang. Beliau hidup pada zaman Majapahit Akhir, sekitar tahun 1478 M.
Diantara para Wali songo, mungkin beliaulah yang mempunyai nama paling banyak. Ketika muda, Sunan Drajat dikenal sebagai Raden Qosim atau Kasim.
Selain itu, berbagai naskah kuno menyebutkan beberapa nama beliau yang lain. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifudin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munar.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah “paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandhang marang kang kawudan; paring payung marang kang kodanan.” Artinya, berikanlah tongkat kepada orang yang buta; berikanlah makan pada orang yang kelaparan; berikanlah pakaian kepada orang yang telanjang; berikanlah payung pada orang yang kehujanan.
Sunan Drajat sangat memperhatikan kaumnya. Beliau kerap kali berjalan mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindung dari gangguan makhluk halus yang konon cerita sangat meraja lela selama adanya setelah pembukaan hutan.
Usai sholat Ashar beliau keliling perkampungan seraya berdzikir dan mengingatkan penduduk untuk melaksanakan sholat magrib. “Berhentilah bekerja, jangan lupa sholat,” nasihat beliau dengan membujuk. Di saat yang lain beliau juga merawat dan mengobati warga yang sakit dengan ramuan tradisional dan doa.
Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawannannya. Beliau menurunkan ajaran agar tidak saling menyakiti, baik melaui perkataan atau perbuatan. “Bapang den simpangi, ana catur mungkur”, demikian petuahnya. Artinya, janganlah mendengarkan pembicaraan yang menjelek jelekkan orang lain dan hindarilah perbuatan yang dapat mencelakai orang lain.
Kelembutan Sunan Drajat telah mendorongnya untuk mengenalkan Islam melalui konsep dakwah bil hikmah, yaitu secara bijak dan tanpa memaksa.
Ada beberapa cara yang dilakukan Sunan Drajat dalam menyampaikan dakwahnya. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid ataupun di langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren, lantas memberikan fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah. Ketiga, melalui kesenian tradisional. Beliau juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang paling poluler di Jawa karena beliau lebih di kenal luas oleh para masyarakat. Bahkan sebagian orang Jawa menganggapnya sebagai guru agung tanah jawa. Beliau mempunyai nama kecil yaitu Raden Sahid.
Raden Sahid merupakan putra Tumenggung Wilwatika, Adipati Tuban. Sang Tumenggung merupakan keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti nama menjadi Raden Sahur. Ibunda dari Raden Sahid bernama Dewi Nawangrum.
Semasa kecil, Raden Sahid sudah mempelajari Islam di tuban. Akan tetapi, melihat kondisi lingkungan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam sehingga memberontaklah Raden Sahid. Ia melihat banyak Rakyat jelata yang hidupnya sengsara. Sedangkan para bangsawan Tuban hidup dengan berfoya- foya. Para pemuka agama yang diam saja tak banyak berpendapat. Di sisi lain, pejabat kadipaten pun sewenang wenang memperlakukan rakyat kecil. Karena itu, hati Raden Sahid merasa sangat gelisah.
Raden Sahid muda memiliki solidaritas tinggi terhadap kawan kawannya. Tak segan – segan ia bergaul dengan di lingkungan rakyat. Di kala itulah raden tak lagi tahan melihat kondisi penderitaan kaum miskin pedesaan.
Maka ketika malam hari, ia sering mengambil bahan makanan dari gudang kadipaten dan memberikannya kepada rakyat miskin.
Lambat laun, perbuatan Raden Sahid tersebut kemudian di ketahui oleh pihak ayahnya. Sang Raden pun kemudian di usir dari istana sehingga akhirnya ia mengembara tanpa tujuan yang pasti. Di hutan Jatiwangi, yaitu di perbatasan Kudus dan Pati, menetaplah Raden Sahid. Di sana beliau merampok orang- orang kaya yang pelit terhadap orang miskin. Kemudian hasilnya beliau berikan pada mereka kaum miskin.
Sunan kalijaga dalam berdakwahnya tidak mendirikan pesantren. Karena, menurut beliau semua dunia adalah pesantren. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga menggubah tembang “ilir- ilir”, membuat kreasi seni batik yang bermotifkan lukisan burung, menggubah tembang “macapat”, “Dhandhanggula”, menyelaraskan gong sekaten. Dan menyungging wayang kulit untuk sarana dakwah.
Tata cara pemeluk agama lama, seperti semadi dan sesaji justru di gunakan sebagai alat penyebaran agama Islam. Oleh karena itulah sunan Kalijaga memelopori ritual peringatan maulid Nabi Muhammad di Surakarta dan Yogyakarta dengan upacara Sekaten, Grebeg Maulud, Grebeg Besar, dan Grebeg Syawal.
Sunan Kudus
Sunan Kudus mempunyai nama yaitu Ja’far Shodiq. Beliau merupakan ulama’ besar yang menyebarkan Islam di sekitar Kudus, Jawa Tengah. Beliau lahir dari Ayah yang bernama Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di jipang Panolan, Blora pada pertengahan abad 15 M atau 9 H.
Meski bergelar sebagai Sunan Kudus, namun beliau bukanlah berasal dari Kudus melainkan dari Demak.
Di sanalah Ja’far Shodiq dilahirkan sebagai anak dari perkawinan Sunan Ngudung dan Syarifah. Sejak Kecil, Ja’far Shodiq ingin hidup merdeka dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama Islam.
Cara simpatik Sunan Kudus membuat para penganut agama lain terpikat untuk mendengarkan dakwahnya. Surah Al Baqarah, yang dalam bahasa Arab berarti sapi, sering di bacakan Sunan agar memikat pendengar. Bangunan di sekitar Masjid Kudus di bangun dengan desain bangunan Hindu karena pada masa itu memang yang mendominasi adalah masyarakat beragama Hindu.
Kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah adalah acara bedug dandang yang merupakan kegiatan menunggu bulan Ramadhan. Untuk mengundang para Jemaah datang ke Masjid, Sunan Kudus menabuh beduk bertalu- talu. Setelah mereka semua berkumpul, Sunan mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa.
Nama Sunan Kudus di kalangan masyarakat setempat dimitoskan sebagai seorang tokoh yang terkenal dengan seribu satu kesaktiannya. Sunan Kudus kemudian wafat pada tahun 1550 M atau 960 H. Beliau di makamkan di Kudus.
Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putera dari Sunan Kalijaga. Ibu Sunan Muria bernama Dewi Sarah. Istri Sunan Muria adalah Dewi Sujinah yang merupakan kakak dari Sunan Kudus. Nama Sunan Muria kecil adalah Raden Umar Sahid. Beliau di sebut Sunan Muria karena wilayah syiar Islamnya meliputi lingkungan Gunung Muria.
Ketangguhan Sunan Muria dalam berdakwah tidak dapat di ragukan lagi. Gaya berdakwah yang modern, mengikuti Sunan Kalijaga, dan menyelusup lewat berbagai tradisi Jawa.
Misalnya, adat kenduri pada hari- hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dina hingga nyewu, tidak di haramkan oleh sang sunan. Tradisi berbau klenik, seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji di ganti dengan do’a dan sholawat.
Selain itu, Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagi kesenian Jawa. Misalnya, menciptakan tembang “Macapat”, “Sinom”, dan “Kinanti” yang hingga sekarang masih lestari. Lewat tembang- tembang itulah beliau mengajak umat untuk mengamalkan ajaran Islam.
Sunan Muria lebih senang berdakwah kepada rakyat jelata dari pada kaum bangsawan. Daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai dari lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juwana hingga pesisir utara.
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jadi memiliki nama asli yaitu Sarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah berasal dari Mesir. Ibunda Sunan Gunung Jati merupakan putri dari Prabu Siliwangi yang bernama Rara Santang yang kemudian di peristri oleh Raja yang bernama Syarif Abdullah yang merupakan seorang Raja dari Mesir.
Ketika Syarif Hidayatullah masih berusia 21 tahun, Syarif Abdullah meninggal dunia. Syarif Hidayatullah pun hendak di lantik sebagai pengganti Raja Mesir. Tetapi ia menolak.
Syarif Hidayatullah memilih untuk berkunjung ke Jawa tempat di mana sang Ibu di lahirkan untuk berdakwah. Sewaktu di Mesir, Syarif Hidayatullah kerap berguru kepada para ulama Mesir, sehingga beliau tidak canggung lagi ketika harus berdakwah di Jawa.
Di Jawa, Syarif Hidayatullah meneruskan perguruan agama yang di bangun Syekh Datuk Kahfi, di Gunung jati. Oleh karena itulah beliau di sebut sebagai Sunan Gunung Jati. Pangeran Cakrabuwana mengawinkan putrinya yaitu Dewi Pakungwati dengan Sunan Gunung Jati. . Setelah beliau berusia lanjut, Pangeran Cakrabuwana menyerahkan tahta Caruban Larang kepada sang menantu yaitu Sunan Gunung Jati.
Sunan Giri
Sunan Giri merupakan seorang anak yang berasal dari seorang ayah yaitu Maulana Ishak yang berasal dari Pasai. Dan ibunya bernama Dewi Sekardaru, putri Prabu Menak Sembayu, Raja Blambangan.
Sunan Giri mulanya bernama Raden Paku, yaitu nama yang di berikan oleh ayahnya ketika hendak pergi meninggalkan Blambangan, sementara sang istri saat itu tengah hamil tujuh bulan.
Setelah lahirnya sang putra, ayahanda Dewi Sekardaru yaitu raja Blambangan memerintahkan untuk memasukkan bayi tersebut ke dalam peti kemudian di hanyutkan di lautan atas hasutan dari patihnya.
Bayi tersebut kemudian di temukan oleh rombongan kapal pesiar yang kapalnya macet karena adanya peti yang mengganjal kapal tersebut. Diangkatlah peti tersebut lalu di buka. Seluruh awak kapal tersebut sangat terkejut. Karena mereka menemukan bayi mungil yang tampan di dalam peti tersebut.
Bayi tersebut kemudian di serahkan kepada majikan mereka oleh awak kapal yaitu, Nyai Ageng Pinatih yang merupakan mantan istri dari Patih kerajaan Blambangan. Dan bayi tersebut di angkat menjadi anaknya. Singkat cerita, pada usia 12 tahun kemudian anak tersebut di serahkan kepada Sunan Ampel untuk dididik.
Raden Paku yang awalnya adalah seorang pedagang yang membantu ibunya, setelah menikah Raden Paku meninggalkan dunia perdagangan dan konsentrasi pada syiar Islam.
Lantas, bermunajatlah beliau di sebuah gua desa kembangan dan Kebomas, Kabupaten Gresik selama 50 hari 40 malam. Saat itu beliau teringat pesan ayahnya untuk mendirikan pesantren yang bertanah sama yang di wasiatkan beliau.
Usai bermunajat, di carilah tempat tersebut dan akhirnya Raden Paku menemukan tanah tersebut di Desa Sidomukti, tepatnya si sebuah daerah perbukitan. Lalu beliau membangun sebuah pesantren di sana. Karena tempatnya di gunung, tempat itu di sebut sebagai Pesantren Giri, semenjak itulah raden Paku di sebut sebagai Sunan Giri.
Sunan Giri dikenal sebagai ahli politik dan ketatanegaraan. Beliau pernah menyusun peraturan ketata pajakan dan undang – undang kerajaan Demak. Berbagai pandangan atau petuah nya di jadikan rujukan.
Jasa dan perjuangan sunan Giri terbesar adalah pengislaman penduduk Jawa bagian Timur. Tak terhitung jumlah orang masuk islam karena bimbingan beliau.
Sekian artikel penjelasan singkat sejarah para wali yang sangat berjasa dalam pengislaman di tanah Jawa. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari cerita cerita tersebut, dan bisa menjadikannya sebagai tauladan yang baik. Semoga artikel ini bisa menginpirasi para pembaca. Terima kasih.