Kerajaan banten – Di pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang Anda dapatkan di bangku sekolah, dijelaskan bahwa Indonesia dulunya terdiri atas beberapa kerajaan. Bahkan, kerajaan-kerajaan tersebut mampu berkembangan menjadi sangat besar dan menguasai kawasan Asia.
Pastinya Anda sudah tidak asing lagi dengan Kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Banten dan lain sebagainya. Nah, dalam pembahasan kali ini akan membahas lebih tentang Kerajaan Banten yang merupakan salah satu kerajaan islam di Indonesia.
Kerajaan Banten tersebut ternyata memiliki peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Berikut ini akan dibahas lebih dalam tentang Kerajaan Banten mulai dari sejarah hingga berbagai macam peninggalan yang masih ada hingga saat ini.
Sejarah Kerajaan Banten
Sebelum abad 13, ternyata wilayah Banten adalah sebuah wilayah yang sepi dari jalur perdagangan. Hal tersebut karena pada waktu itu, Selat Sunda bukan merupakan sebuah jalur perdagangan.
Laut Jawa lah yang mempunyai peranan penting dalam jalur perdagangan dan juga jalur pelayaran. Namun kemudian, sejak masuknya Islam ke Nusantara, terutama Jawa, wilayah Banten mulai agak berarti. Sampai pada abad ke 16, masyarakat Banten masih menganut Agama Hindu.
Bahkan, Banten juga masih menjadi bagian dari wilayah Pajajaran yang berpusat di Bogor kala itu. Kerajaan Pajajaran ini juga telah melakukan kesepakatan dengan Pemerintahan Portugis. Inilah alasan mengapa Portugis dapat mendirikan wilayah dagang sekaligus benteng di Sunda Kelapa.
Kemudian pada tahun 1526, Sultan Trenggono menugaskan anaknya yaitu Fattahilla untuk bisa menaklukkan wilayah kekuasaan Pajajaran dan sekaligus memperluas Kerajaan Demak. Alhasil, Fattahilla mampu merebut pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527.
Nah, dari sinilah nama Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta yang berarti kota kemenangan. Peristiwa ini juga sekaligus menjadi sejarah lahirnya Ibukota Indonesia, yaitu Jakarta. Kemampuan memperluas wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh Fattahilla memang harus diacungi jempol.
Hal tersebut terbukti ketika dia bisa menduduki pantai utara dan juga Jawa Barat hanya dalam waktu singkat. Hal inilah yang membuat Agama Islam dapat menyebar ke wilayah Jawa Barat dengan sangat cepat. Dari situ, Fattahilla kemudian mendapat gelar dengan nama Sunan Gunung Jati.
Pad tahun 1552, Sunan Gunung Jati menunjuk anaknya untuk menjadi penguasa Banten. Sementara itu, anak lainnya yang bernama Pasarean ditunjuk sebagai raja di Cirebon. Pada awalnya, Kerajaan Banten ini sendiri ialah wilayah kekuasaan dari Kerajaan Demak.
Akan tetapi setelah tahun 1552, Maulana Hassanudin kemudian memutuskan untuk melepaskan diri dari bayang-bayang Kerajaan Demak serta menjadi kerajaan mandiri. Itulah sejarah dari Kerajaan Banten yang ternyata pada awalnya merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Demak kala itu.
Letak Kerajaan Banten
Mendengar namanya, tentu sudah tidak asing lagi dimana letak kerajaan yang satu ini bukan? Secara geografis, kerajaan tersebut berada di Provinsi Banten. Nah, sementara itu wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan tersebut meliputi bagian barat dari Pulau Jawa, sebagian wilayah di bagian selatan Jawa Barat serta seluruh wilayah Lampung.
Hal inilah yang membuat Kerajaan Banten menjadi penguasa dari jalur pelayaran serta perdagangan yang melewati Selat Sunda. Karena kekuasaan yang dimilikinya pula, membuat kerajaan tersebut sebagai salah satu kerajaan islam terbesar kala itu.
Silsilah Kerajaan Banten
Dalam menjalankan pemerintahannya, kerajaan satu ini tentu dipimpin oleh seorang raja. Ada beberapa raja terkenal yang memimpin Kerajaan Banten dan mampu membawa kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya. Siapakah mereka? Berikut penjelasannya;
-
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin adalah raja pertama dari Kerajaan Banten sekaligus anak dari Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.
Pada saat Kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan, wilayah Banten serta Cirebon berusaha untuk melepaskan diri. Hal tersebutlah yang akhirnya membuat Kerajaan Banten menjadi kerajaan yang berdaulat. Sultan Hasanuddin memerintah selama 18 tahun lamanya mulai dari tahun 1552 hingga 1570 Masehi.
Di bawah kepimpinannya, kerajaan tersebut mampu menaklukkan seluruh wilayah Lampung yang pada waktu itu terkenal dengan hasil rempah-rempahnya yang banyak. Apalagi, Selat Sunda pun akhirnya menjadi jalur perdagangan dan pelayaran yang terkenal waktu itu.
Selama kepemimpinannya pula, Banda Banter kemudian menjadi bandar yang ramai dikunjungi oleh para saudagar dari Persia, Venesia dan juga Gujarat. Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan pemerintahan digantikan oleh anaknya yang bernama Maulana Yusuf.
-
Maulana Yusuf
Maulana Yusuf menjadi raja kedua sepeninggal ayahnya yakni Sultan Hasanuddin, beliau berkuasa selama 10 tahun, yakni dari tahun 1570 hingga tahun 1580. Selama kepemimpinan dari Maulana Yusuf ini, Kerajaan Banten berhasil menaklukkan kekuasaan dari Kerajaan Pajajaran yang berada di Pakuan.
Tak hanya itu, beliau juga mampu menurunkan Prabu Sedah yang menjadi raja dari Kerajaan Pajajaran waktu itu. Karena alasan inilah yang membuat banyak masyarakat mengungsi ke gunung. Nah, keturunan Pajajaran waktu itu hingga kini masih bisa dilihat sebagai Suku Badui.
-
Maulana Muhammad
Sepeninggal dari Sultan Maulana Yusuf, kemudian tahta Kerajaan Banten diduduki oleh anaknya yaitu Maulana Muhammad. Akan tetapi, pada saat Maulana Muhammad naik tahta, beliau masih berusia sangat muda yaitu 9 tahun.
Sehingga, tahta kerajaan kemudian dipegang oleh Mangkubumi Jayanegara sampai beliau berusia cukup dewasa yaitu 16 tahun. Sama halnya dengan masa pemerintahan dua raja sebelumnya. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad ini juga mengalami kejayaan.
Pada waktu itu, Kerajaan Banten mampu menggempur Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gendeng Sure. Padahal, Ki Gendeng Sure ini masih keturunan dari Kerajaan Demak dan Kerajaan Banten sendiri juga masih keturunan dari Kerajaan Demak.
-
Pangeran Ratu
Berikutnya ada Pangeran Ratu atau yang juga dikenal dengan nama Abdul Mufakhir. Beliau merupakan raja keempat dari Kerajaan Banten dan sekaligus menjadi pengganti dari raja sebelumnya yaitu Sultan Maulana Muhammad.
Sama seperti Sultan Maulana Muhammad, saat naik tahta Pangeran Ratu masih berusia sangat mudah bahkan lebih muda dari Maulana Muhammad yakni masih berusia 5 bulan. Sehingga pemerintahan dari Kerajaan Banten pada kala itu dibantu oleh Mangkubumi Ranamanggela.
Nah, pada masa pemerintahan Pangeran Ratu ini, Bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman mendarat pertama kali di Banten pada tanggal 22 Juni 1596.
-
Sultan Ageng Tirtayasa
Raja terkenal selanjutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah Pangeran Ratu wafat, Kerajaan Banten kemudian dipimpin oleh anaknya yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten memiliki kemajuan yang sangat pesat. Bahkan, kerajaan tersebut juga menjalin kerja sama dengan negara luar seperti Turki dan Moghul. Meski demikian, beliau tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda yang merupakan penjajah Indonesia.
-
Sultan Abdul Nasar
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa wafat, pemerintahan pun jatuh ke tangan Sultan Abdul Nasar yang juga menjadi raja terakhir dari Kerajaan Banten.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Nasar, beliau tetap bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Akan tetapi, kekuasaan Belanda yang dimiliki pada waktu itu semakin kuat. Hal inilah yang menjadikan alasan runtuhnya Kerajaan Banten.
Puncak Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Pada waktu itu, Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh para pedagang dari luar negeri.
Hal inilah yang membuat perekonomian dari Kerajaan Banten berkembang sangat pesat. Bahkan, wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan tersebut pun kini menjadi semakin luas. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa dari kerajaan Sunda yang tidak direbut oleh kesultanan Mataram yang mana sekarang menjadi Provinsi Lampung.
Tak hanya itu, untuk mengembangkan kerajaan ini di kancah internasional, Kerajaan Banten pun melakukan kerja sama dengan beberapa negara melalui jalur laut. Tak cukup sampai disitu, bahkan seringkali dilakukan pengiriman pejabat ke berbagai negara pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Masa inilah yang menjadi masa keemasan bagi kerajaan tersebut. Sultan Ageng Tirtayasa juga pernah mengirimkan dua orang utusannya untuk pergi ke Inggris dengan menggunakan kapal milik pedagang Inggris. Sultan Banten ke-6 ini juga secara tegas menentang segala bentuk penjajahan dari bangsa asing ke negaranya sendiri.
Ia juga tidak pernah berkeinginan untuk menjalin kerja sama dengan Belanda. Hingga pada tahun 1645, hubungan antara Kerajaan Banten dengan Belanda pun semakin memanas. Kemudian pada tahun 1656, pasukan Banten bergerilya di sekitar Batavia. Setahun berlalu, Pemerintah Hindia Belanda menawarkan perjanjian damai.
Karena perjanjian tersebut memberikan keuntungan yang lebih bagi Belanda, Sultan Banten pun menolaknya. Hal itulah yang membuat meletusnya perang besar antara kerajaan Banten dengan pemerintah Hindia Belanda. Kemudian, perang berakhir pada tanggal 10 Juli 1659 dengan ditandai penandatanganan perjanjian gencatan senjata. Sultan Ageng Tirtayasa memiliki seorang putra mahkota yang bernama Abdul Kohar.
Kemudian, ia diangkat menjadi raja pada tanggal 16 Februari 1671 dengan gelar Sunan Abu’n Nasr Abdul Kohar atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Pada masa pemerintahan beliaulah yang menjadi jalan bagi Belanda untuk mengadu domba sultan dengan anaknya sendiri. Hal ini juga sebagai bukti kemunduran Kerajaan Banten.
Keruntuhan Kerajaan Banten
Sebelum mengalami keruntuhan, ternyata kerajaan satu ini mengalami kemunduran yang terjadi pada saat pemerintahan Sultan Ageng. Sultan Ageng sendiri mengalami perselisihan dengan anaknya sendiri yaitu Sultan Haji mengenai perebutan kekuasaan.
Hal inilah yang membuat VOC memanfaatkan keadaan yang terjadi. Dimana, VOC lebih memihak kepada Sultan haji. Sehingga, Sultan Ageng terpaksa harus pergi bersama dengan kedua anaknya ke pedalaman Sunda. Kedua anak yang ikut dengan Sultan Ageng ini bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Akan tetapi, pada tahun 1693 Sultan Ageng berhasil ditangkap dan kemudian di penjara di Batavia. Kemudian, dilanjutkan dengan Syekh Yusuf pada tanggal 14 Desember dan Pangeran Purbaya pun akhirnya menyerahkan diri. Atas kemenangannya tersebut, Sultan Haji pun memberikan hadiah wilayah Lampung kepada VOC.
Setelah Sultan Haji wafat, wilayah Banten sepenuhnya dikuasai oleh Hindia Belanda. Hal tersebut yang membuat pengangkatan Sultan dari Kerajaan Banten harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Pada akhirnya, Sultan Abu Fadhl Muhammad dipilih sebagai pengganti dari Sultan Haji. Baru kemudian penyerangan Banten terjadi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan ini terjadi karena sultan menolak pemindahan ibukota Banten ke Anyer. Hingga pada tahun 1813, Kerajaan Banten pun runtuh dan dipegang oleh pemerintahan Inggris. Dengan runtuhnya kerajaan ini, hal tersebut juga menjadi kesempatan yang besar bagi para penjajah untuk menguasai berbagai wilayah di berbagai pelosok negeri.
Peninggalan Kerajaan Banten
Sama halnya dengan beberapa kerajaan lainnya yang pernah ada di Indonesia, Kerajaan Banten juga memiliki beberapa peninggalan. Peninggalan-peninggalan dari kerajaan tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa kerajaan ini pernah jaya pada masa lampau.
Selama pemerintahan yang berjalan lebih dari 3 abad, kerajaan tersebut memiliki banyak sekali peninggalan yang juga menjadi kunci kejayaan dari pemerintahan kerajaan yang satu ini di Pulau Jawa, terutama bagian barat. Berikut adalah berbagai bukti peninggalan dari Kerajaan Banten yang masih ada hingga saat ini:
-
Meriam Ki Amuk
Meriam Ki Amuk merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan yang pernah jaya selama lebih dari 3 abad lamanya. Meriam tersebut kini berada di dalam Benteng Speelwijk. Dinamakan dengan nama Meriam Ki Amuk karena konon katanya daya ledak dari meriam ini sangat besar dan juga memiliki daya tembakan yang jauh.
-
Vihara Avalokitesvara
Meski Kerajaan Banten adalah kerajaan yang bercorak islam, akan tetapi kerajaan tersebut juga memiliki keterbukaan bagi agama lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan sejarah berupa Vihara Avalokitesvara. Pada bagian dinding vihara tersebut releief legenda siluman ular putih.
-
Danau Tasikardi
Berikutnya ada Danau Tasikardi yang merupakan danau buatan. Danau yang satu ini dibuat pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Ada yang unik dari Danau Tasikardi ini karena memiliki lapisan batu bara dan juga keramik.
-
Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk merupakan peninggalan dari Kerajaan Banten yang sekaligus menjadi bukti penjagaan wilayah kerajaan dari serangan laut. Tak hanya itu, benteng yang satu ini juga berguna untuk memantau aktivitas pelayaran.
-
Istana Keraton Surosowan
Istana Keraton Surosowan merupakan sentral pemerintahan dari Kerajaan Banten, yang juga sekaligus menjadi tempat tinggal dari para sultan dari masa ke masa.
-
Istana Keraton Kaibon
Selanjutnya ada Istana Keraton Kaibon yang merupakan tempat tinggal dari Bunda Ratu Aisyah. Bunda Ratu Aisyah adalah ibunda dari Sultan Saifudin.
-
Masjid Agung Banten
Terakhir ada Masjid Agung Banten. Masjid bersejarah yang satu ini terletak di Desa Banten Lama, Kecamatan Kaseman. Ternyata, masjid tersebut memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan beberapa masjid pada umumnya.
Keunikan yang ada pada Masjid Agung Banten ialah terletak pada sebuah bangunan yang berbentuk menara dan tampak seperti mercusuar. Tak hanya itu, ternyata bagian atap dari masjid tersebut berbentuk seperti pagoda. Selain itu, pada bagian kanan dan kiri masjid terdapat serambi dan juga makam Kesultanan Banten beserta keluarganya.
Baca Juga Kerajaan Kediri
Itu dia berbagai macam peninggalan Kerajaan Banten yang hingga saat ini masih ada dan beberapa diantaranya digunakan sebagai tempat wisata. Peninggalan-peninggalan tersebut sekaligus menjadi bukti tentang kejayaan yang dimiliki oleh kerajaan satu ini.
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan islam terbesar yang ada di Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan cakupan wilayah yang dikuasainya dan perjanjian dengan beberapa negara. Akan tetapi, karena keserakahan yang dilakukan oleh salah seorang rajanya membuat kerajaan tersebut sangat mudah untuk diadu domba oleh Pemerintah Hindia Belanda dan menyebabkan kerajaan tersebut pun runtuh dan hilang.