Agresi Militer Belanda 1 – Setelah merdeka pada tahun 1945, perjuangan Indonesia belum berhenti sampai disini, khususnya perlawanannya terhadap kolonial Belanda. Dimana pada tahun 1947 atau tepat setelah 2 tahun Indonesia merdeka, terdapat kejadian besar yang menjadikan perang senjata antara Indonesia dan Belanda kembali memanas.
Kegiatan tersebut kerap disebut dengan nama Agresi Militer Belanda 1. Agresi Militer yang juga dikatakan Operatie Product merupakan tindakan agresi yang dilakukan oleh Tentara Militer Belanda di wilayah NKRI terutama di daerah pulau Jawa dan Sumatera.
Operasi yang dilancarkan pada 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947 ini adalah bagian dari aksi polisionil pihak Belanda dalam mempertahankan pemahamannya terhadap hasil yang diperoleh dari perjanjian Linggarjati.
Dalam sejarah Indonesia, Agresi Militer Belanda 1 ini merupakan tindakan dari kolonial Belanda yang sangat fatal dan tak bisa dibiarkan begitu saja.
Pelanggaran ini tentunya mendapat kecaman sekaligus perlawanan dari bangsa Indonesia.
Latar Belakang Agresi Militer Belanda 1
Menurut pendapat Belanda (tafsiran Belanda), isi dari perjanjian Linggarjati yang berdasarkan pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1842 intinya ialah menginginkan bangsa Indonesia sebagai anggota Commonwealth yang kemudian akan dibentuk menjadi negara federasi, dan Belandalah yang akan mengatur hubungan luar negeri bangsa Indonesia.
Namun pendapat Belanda tersebut tentunya tidak sesuai dengan makna sebenarnya yang terdapat pada perjanjian Linggarjati tersebut. Dimana Belanda mengeluarkan pemikiran tersebut hanya untuk mendapatkan keuntungan dari bangsa Indonesia saja.
Pada 15 Juli 1947, Van Mook yang menjabat sebagai Gubernur Jendral Belanda di Indonesia mengeluarkan ultimatum bagi Indonesia agar menarik pasukannya untuk mundur dari garis batas demarkasi sejauh 10 km. Tentunya ultimatum ini ditolak tegas oleh para pemimpin Indonesia di masa itu.
Tujuan Belanda ketika melancarkan Agresi Militer Belanda 1 ialah untuk menguasai secara penuh wilayah Indonesia yang mempunyai potensi kekayaan alam melimpah, hasil perkebunan seperti rempah dan juga minyak. Agar aksinya tersebut berhasil, Belanda mengatakan pada dunia Internasional jika agresi militer tersebut hanya berupa aksi polosional serta merupakan urusan dalam negeri.
Berikut adalah tujuan utama Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda 1 terhadap Indonesia.
-
Militer
Belanda memakai agresi militer untuk memusnahkan TNI yang merupakan ujung tombak pertahanan bangsa Indonesia.
Dengan begitu Indonesia akan lemah dan mudah dikendalikan. Ketika Indonesia lemah dalam perlawanan dan ketahanan, pihak Belanda berharap bisa mengendalikan Indonesia dengan mudah.
-
Politis
Dilaksanakannya agresi militer ini pihak Belanda akan mengepung titik-titik strategi seperti ibu kota negara yang secara tidak langsung ini akan menghapuskan kedaulatan bangsa Indonesia. Pengepungan pada titik-titik strategis ini dilakukan secara besar-besaran, dan ada 3 titik utama yang menjadi sasaran Belanda.
-
Ekonomis
Melihat betapa melimpahnya kekayaan bangsa Indonesia menjadikan Belanda enggan melepaskan NKRI dan membuang sumber kekayaannya begitu saja.
Terutama rempah-rempah Indonesia yang begitu melimpah, sumber daya alam seperti minyak dan hasil tambang lainnya yang melimpah ruah. Via radio, van Mook menyampaikan pidatonya yang menyala-nyala. Dimana Belanda sudah tak terikat dengan perjanjian Linggarjati lagi.
Dan ketika itu juga tentara Belanda yang jumlahnya tidak kurang dari 100.000 lengkap dengan senjata serta peralatan tempur modern yang diperoleh dari tentara Australia dan Inggris melakukan serangan terhadap bangsa Indonesia.
Terbayang betapa dahsyatnya serangan Belanda dengan persenjataan yang begitu lengkap, sedangkan saat itu sebenarnya serangan militer sudah banyak mendapat penolakan dari dunia Internasional.
Awal Mula Gerakan Agresi Militer Belanda 1
A. Moor pada bukunya mencatat jika Agresi Militer Belanda 1 yang dilakukan pada bangsa Indonesia dilancarkan tepat pada 20 Juli 1947.
Van Mook yang merupakan gubernur jenderal saat ini melakukan konferensi persi di malam 20 Juli yang berlokasi di istananya dan menyatakan pada wartawan kapan aksi polisionil Belanda akan dilaksanakan.
Agresi militer ini kemudian dimulai pada beberapa wilayah di Jawa Timur yakni pada tanggal 21 Juli malam. Dalam hal ini Belanda memiliki 3 wilayah yang menjadi incaran utamanya karena dianggap sebagai wilayah strategis Indonesia, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera bagian timur.
Di Jawa Timur, Belanda menyerang perkebunan serta pabrik gula, sedangkan di Jawa Tengah Belanda menyerang dan menguasai pantai utara secara keseluruhan, sementara di Sumatera Timur Belanda menyiasati wilayah perkebunan tembakau. Pada aksinya ini Belanda mengirim 2 pasukan khusus yakni:
- Korps Speciale Troepen (KST) yang dipimpin langsung oleh Westerling yang memiliki pangkat Kapten.
- Pasukan Para I (1e para compagnie) yang dipimpin langsung oleh Kapten C. Siseelaar.
Pasukan KST ialah pengembangan dari pasukan DST, yaitu pasukan yang melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan. Kemudian pasukan ini ditugaskan kembali pada Agresi Militer Belanda 1 di pulau Jawa serta di wilayah Sumatera Barat.
Dalam aksinya ini Belanda berhasil menaklukkan wilayah-wilayah strategis NKRI, terutama wilayah yang merupakan penghasil rempah-rempah, hasil tambang dan juga wilayah pesisir yang mempunyai dermaga pelabuhan.
Kekacauan yang dilakukan Belanda tak cukup sampai disitu. Pesawat milik Republik Dakota yang memiliki simbol Palang Merah ditembak oleh Belanda. Dimana pesawat ini membawa obat-obatan dari Singapura dan merupakan sumbangan dari Palang Merah Malaya pada 29 Juli 1947.
Serangan tersebut menjadikan pasokan obat-obatan bagi pejuang Indonesia hancur. Pada serangan tersebut Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto yang merupakan Perwira Muda Udara 1 Adi Sumarmo Wiryokusumo dan juga Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh tewas.
Otomatis ini menjadikan Indonesia semakin geram dan berusaha melakukan tindakan-tindakan besar untuk melakukan perlawanan serta berusaha menghentikan perang pasca merdeka ini.
Peran Serta Dewan Keamanan PBB
Melihat tindakan yang dilakukan Belanda sudah melewati batas dan melanggar hukum secara fatal, Indonesia resmi melaporkan Agresi Militer Belanda 1 ini ke Dewan Keamanan PBB.
Dalam laporannya Indonesia juga menyatakan jika Belanda sudah melanggar perjanjian Linggarjati yang notabennya sudah disaksikan oleh dunia internasional.
Dalam waktu singkat Agresi Militer Belanda ini mendapat kecaman dari dunia internasional, bahkan Inggris pun ikut mengecam dengan tidak lagi menyetujui segala macam tindakan penyelesaian masalah menggunakan senjata atau secara militer.
Pada 3 Juli 1947, Agresi Militer Belanda 1 untuk pertama kalinya masuk pada agenda sidang Dewan Keamanan PBB.
Hal ini terjadi lantaran dorongan dari pemerintah Australia dan India yang termasuk anggota PBB. Dari sidang tersebut dihasilkan sebuah Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947 yang berisikan seruan pada kedua belah pihak agar menghentikan konflik bersenjata tersebut.
Secara de fact pemerintah RI diakui oleh Dewan Keamanan PBB, dan ini dibuktikan dengan penggunaan nama Indonesia pada resolusi tersebut, bukan lagi nama Netherland Indies.
Dewan Keamanan PBB menamai konflik yang terjadi antara Republik Indonesia dengan Belanda tersebut The Indonesian Question. Nah berikut adalah resolusi yang didalamnya membahas tentang konflik antara Belanda dengan Indonesia.
- Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947
- Resolusi No. 30 dan 32 tanggal 25 Agustus 1947
- Resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947
- Resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1947.
Dengan desakan yang dilancarkan oleh Dewan Keamanan PBB, akhirnya Belanda mengakhiri agresi militernya dengan alasan demi resolusi yang telah dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Mulai dari diterimanya resolusi yang diberikan Dewan Keamanan PBB tersebut, tepat pada 17 Agustus 1947 pihak Belanda dan pemerintah Republik Indonesia melakukan gencatan senjata.
Setelah gencatan senjata dilakukan, kemudian pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB pun membentuk sebuah komite yang nantinya akan berfungsi sebagai penghubung serta penengah konflik antara Belanda dan Indonesia.
Awalnya komiter tersebut hanya berfungsi sebagai Committee of Good Officer for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), namun kemudian lebih sering dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN).
Penamaan ini dikarenakan anggota dari komite tersebut hanya 3 negara, yakni Australia (ditunjuk oleh Indonesia) yang diwakilkan oleh Richard C. Kirby, Belgia (ditunjuk oleh Belanda) yang diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika (ditunjuk sebagai pihak netral) yang diwakili oleh Dr. Frank Graham.
Jadi bisa dikatakan jika Agresi Militer Belanda 1 berhasil diselesaikan Indonesia dengan jalan melalui peradilan dari Dewan Keamanan PBB.