Sunan Ampel – Penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di daerah Jawa, tidak bisa dilepaskan dari peran penting Wali Sanga yang berjumlah sembilan. Salah satu wali yang sangat terkenal dan juga dianggap paling masyhur adalah Sunan Ampel. Beliau merupakan wali yang memiliki peranan sangat besar dalam penyebaran Islam, terutama di wilayah Surabaya, Jawa Timur.
Mengetahui sejarah dan detail perjuangan dakwah beliau adalah salah satu hal yang sangat penting. Dengan demikian, kita bisa belajar bagaimana para wali zaman dahulu berjuang untuk mendakwahkan Islam.
Selain itu, kita juga akan terpacu untuk terus berbuat baik dan mengikuti apa-apa yang telah diajarkan oleh wali yang sumbernya adalah Nabi Muhammad.
Nama Asli Sunan Ampel
Ketika masih kecil, Sunan Ampel memiliki nama Sayyid Muhammad ‘Ali Rahmatullah. Namun, ketika beliau pindah di Jawa Timur dan berbaur dengan masyarakat sekitar, beliau mendapatkan panggilan baru, yakni Raden Rahmat –selain nama beliau yang Sunan Ampel tersebut. Sejarah mencatat bahwa beliau lahir sekitar tahun 1401 Masehi di Campa.
Jika dilihat dari daerah kelahirannya, bisa dikatakan beliau bukan merupakan wali yang berasal asli dari Nusantara. Namun.
Perbedaan daerah –dan juga tradisi yang dianut, tidak menyulitkan Raden Rahmat untuk berbaur dengan warga di Jawa. Bahkan, pada nantinya, beliau dianggap sebagai salah satu sesepuh dari Wali Sanga tersebut.
Akan tetapi, ada teori lain mengatakan bahwa Campa adalah salah satu daerah dari Aceh. Pendapat ini dikemukakan oleh Raffles.
Beliau mengatakan bahwa Campa dulu adalah Jeumpa sekarang di Aceh. Namun, pendapat ini tentu masih perlu digali agar mendapatkan dukungan data yang lebih objektif mengenai asal dari Sunan Ampel.
Istri dan Anak Sunan Ampel
Dalam perjalanan keluarganya, Sunan Ampel memiliki dua orang istri. Istri pertama melahirkan 5 orang anak dan istri kedua melahirkan 6 orang anak. Jika dijumlah, maka Raden Rahmat memiliki 11 anak selama perjalanan hidupnya.
Adapun istri pertama Raden Rahmat bernama Dewi Condrowati atau Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al Abbasyi. Dari dirinya, lahir 5 orang anak, yang bernama:
- Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang
- Syarifuddin/Raden Qasim/Sunan Derajat
- Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
- Siti Muthmainnah
- Siti Hafsah.
Adapun istri kedua Sunan Ampel bernama Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Dari dirinya, beliau memiliki 6 orang anak yang bernama:
- Dewi Murtasiyah/Istri Sunan Giri
- Dewi Murtasimah/Asyiqah/Istri Raden Fattah
- Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
- Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
- Pangeran Tumapel
- Raden Faqih (Sunan Ampel 2).
Putra-putri Raden Rahmat bisa dikatakan menjadi orang-orang yang berhasil. Mereka memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Jawa.
Perjalanan Dakwah Sunan Ampel di Jawa
Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah salah satu ulama besar yang pernah hidup di Nusantara dan menjadi salah satu juru dakwah paling masyhur di Jawa. Ia merupakan ulama yang memiliki jasa cukup penting sehingga Islam bisa dikenal secara luas dan dinikmati hingga saat ini.
Dalam perjalanannya ke Trowulan, yang pada waktu itu merupakan ibukota Majapahit, beliau singgah terlebih dahulu di Palembang dan juga Tuban. Singgahnya Raden Rahmat di dua tempat tersebut tidak lain untuk menyebarkan Agama Islam ke kalangan masyarakat. Setibanya di Majapahit, beliau juga melakukan hal yang sama.
Dalam catatan sejarah, peristiwa ini merupakan salah satu titik balik keagamaan dari masyarakat Majapahit. Kehadiran Raden Rahmat di tanah Majapahit adalah merupakan titik balik sejarah keagamaan dari masyarakat Majapahit yang sebelumnya merupakan pemeluk Hindu menjadi pemeluk Islam.
Untuk mengenalkan Islam pada masyarakat umum, setiap wali memiliki metode dakwah yang berbeda-beda, termasuk dalam hal ini adalah Sunan Ampel. Beliau memiliki beberapa metode yang unik untuk berdakwah. Karena metode yang digunakan inilah Islam bisa diterima semua kalangan dengan baik sehingga bisa tumbuh dengan pesat.
Metode Dakwah Sunan Ampel
Perbedaan sosiologis dan keberagaman masyarakat yang ada tentu menjadi salah satu tantangan tersendiri dari dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel. Namun, beliau merupakan sosok yang cerdas sehingga bisa menemukan metode yang tepat untuk berdakwah. Bisa dikatakan bahwa metode yang digunakan oleh Raden Rahmat ini sangat berbeda dengan wali lain.
Salah satu pendekatan yang digunakan oleh Raden Rahmat adalah pendekatan dengan melakukan pembaruan ketika mereka yang dihadapi adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Sementara saat menghadapi masyarakat yang lebih melek terhadap pendidikan atau cendekia, Raden Rahmat menggunakan pendekatan intelektual dan penalaran logis.
Kedua metode dakwah inilah yang menjadi keunggulan dari Raden Rahmat selama menyebarkan agama Islam. Memang, beberapa wali lain mereka menggunakan pendekatan seni dan budaya sebagai pendekatan dakwah. Hal ini dikarenakan seni dan budaya bisa langsung dipahami oleh khalayak yang masih buta dengan agama Islam pada waktu itu.
Hanya saja, Sunan Ampel cenderung memilih dengan menggunakan pendekatan intelektual. Beliau akan memberikan wacana intelektual dengan diskusi yang cerdas, kritis dan bisa diterima oleh akal manusia. Inilah yang membuat dakwah yang dilakukan oleh Raden Rahmat menjadi lebih berkesan.
Di sisi lainnya, memang segi budaya bisa dipandang sebagai salah satu media dakwah alternatif dan fakta ini tidak bisa dibantah atau disangkal secara serampangan. Bisa dilihat bahwa Sunan Kalijaga adalah salah satu wali yang bisa membuat masyarakat tertarik dengan pembelajaran agama Islam melalui pendekatan seni.
Dengan menggunakan seni tersebut, masyarakat awam menjadi tertarik dengan Islam. Mereka memang belum memahami pokok-pokok ajaran Islam. Namun, seni membuat mereka bisa menerima Islam dengan baik dan lebih terbuka dengan hukum-hukum Islam. Akan tetapi, pendekatan ini cenderung lebih tepat untuk masyarakat menengah ke bawah.
Jika objek dakwa adalah masyarakat kalangan intelektual atas, maka jalur atau metode yang pas untuk digunakan dalam dakwah adalah apa yang ditempuh oleh Raden Rahmat. Dengan dakwah melalui jalur intelektual, maka akan terbukalah pemikiran dari masyarakat tersebut dan bisa menerima Islam sebagai salah satu agama yang bisa diterima oleh nalar.
Selain itu, apa yang membuat Sunan Ampel disegani adalah beliau tetap konsisten dan independen dalam posisinya sebagai ulama. Beliau tidak memiliki ikatan apapun dengan kerajaan atau penguasa setempat sehingga niat dakwah beliau adalah untuk mendapatkan rida Allah Subhanahuwa taala semata.
Ajaran Sunan Ampel yang Fenomenal
Sunan Ampel berusaha memperbaiki kerusakan akhlak yang terjadi pada masyarakat saat itu. Dengan tujuan tersebut, beliau membuat langkah pengajaran yang tepat. Ajaran dari Raden Rahmat yang sangat terkenal –dan diketahui hingga kini, adalah Mohmo atau Moh limo, di mana artinya adalah tidak mau melakukan lima hal yang dilarang oleh Islam.
Adapun lima hal tersebut adalah moh mabok, moh main, moh madon, moh madat dan moh maling. Ajaran ini menjadi tumpuan dari dakwah Islam yang dilakukan oleh Raden Rahmat. Dengan ajaran ini, beliau secara bertahap bisa menyadarkan masyarakat dan memperbaiki akhlak mereka.
Moh mabok artinya adalah tidak mau mabuk atau meminum minuman keras. Moh main artinya tidak mau untuk melakukan beragam jenis judi, seperti sabung ayam, togel dan lainnya. Moh madon artinya tidak mau untuk melakukan perbuatan zina. Moh madat artinya tidak mau menggunakan obat-obatan terlarang, termasuk candu. Moh maling artinya tidak mau melakukan perbuatan mencuri dan sebagainya.
Dengan ajaran yang dibawa oleh Sunan Ampel tersebut, akhlak masyarakat bisa diperbaiki dengan baik dan mengundang kekaguman dari para petinggi yang ada pada waktu itu. Salah satu petinggi kerajaan yang menaruh simpati atas apa yang dilakukan oleh Raden Rahmat adalah Prabu Brawijaya. Beliau sangat senang dengan hasil didikan dari Raden Rahmat.
Prabu beranggapan bahwa dengan apa yang dilakukan oleh Raden Rahmat, maka tersiarlah Islam yang memiliki budi pekerti mulia. Raja pun tidak merasa terancam dengan apa yang dilakukan oleh Raden Rahmat tersebut. Sayangnya, sang raja tidak bersedia masuk Islam karena ingin menjadi Raja Budha terakhir di Majapahit.
Karena kehalusan akhlak beliau, Raden Rahmat diizinkan untuk menyiarkan Islam di seluruh wilayah Surabaya, bahkan di seluruh kerajaan Majapahit pada waktu itu. Akan tetapi, tidak ada pemaksaan yang boleh dilakukan. Sang Raden Rahmat pun menjelaskan bahwa dalam Islam tidak ada pemaksaan dalam beragama.
Sunan Ampel Sebagai Sesepuh Wali
Raden Rahmat bukan merupakan penduduk asli Jawa. Namun, setelah ayahnya wafat, Sunan Ampel kemudian diangkat menjadi sesepuh Wali Sanga. Dalam hal ini, beberapa murid termasuk anaknya menjadi pilar dalam penyebaran agama Islam, termasuk menjadi wali.
Diangkatnya Raden Rahmat sebagai sesepuh menjadikannya sosok yang dihormati dan dihargai. Apa yang dikatakan oleh Raden Rahmat adalah perkataan yang ditaati oleh masyarakat dan wali lainnya. Hal ini termasuk ketika Raden Rahmat mengeluarkan fatwa perang dengan Majapahit.
Selain itu, di kemudian hari muncul cerita orang yang membenci Islam dengan memutarbalikkan sejarah. Mereka berpendapat bahwa Majapahit telah diserang oleh Kerajaan Demak dan Raden Patah –raja Majapahit, dianggap sebagai anak durhaka.
Padahal, fakta yang terjadi sebenarnya tidaklah demikian. Seandainya waktu itu Demak tidak menyerang Majapahit, maka Portugis sudah bersiap akan menyerang dan tentu akan menjadi penguasa berdaulat yang ada di Jawa. Setelah Majapahit kalah, pusaka kerajaan dibawa ke Demak, termasuk Raden Patah yang kemudian diangkat menjadi Raja Demak I.
Murid Sunan Ampel
Dalam perjalanan dakwahnya, Raden Rahmat memiliki banyak murid. Beberapa murid dari Raden Rahmat bahkan menjadi wali di generasi selanjutnya. Namun, salah satu murid Raden Rahmat yang paling terkenal adalah Mbah Sholeh. Beliau adalah murid yang paling disayangi.
Beberapa catatan mengatakan bahwa Mbah Sholeh merupakan murid dari Raden Rahmat yang memiliki karomah dan keistimewaan yang luar biasa. Dalam satu kesempatan, Sunan Ampel mengatakan bahwa Mbah Sholeh hidup selama 9 kali. Entah apa maksudnya, namun beberapa orang waktu itu dikatakan melihat Mbah Sholeh hidup lagi setelah kematiannya.
Akan tetapi, cerita tersebut tidak bisa diyakini secara utuh keyakinannya dan barangkali tidak bisa dijadikan standar kesalehan seseorang. Hal ini diperkuat dengan Islam yang tidak mengenal adanya hal-hal yang berbau mistis dan terkesan takhayul.
Demikian beberapa ulasan mengenai Sunan Ampel sebagai salah satu wali paling terkenal di nusantara. Semoga bermanfaat.