Suku Sasak merupakan salah satu suku asli Indonesia yang mendiami Desa Sade, Lombok Tengah, yang tidak jauh dari pusat kota.
Dengan lebih dari 600 orang penduduk hingga saat ini, suku Sasak diketahui telah menghuni Pulau Lombok selama berabad-abad lamanya. Mereka telah mendiami wilayahnya sejak 4.000 tahun sebelum masehi.
Sebuah pendapat mengatakan bahwa orang Sasak berasal dari gabungan antara penduduk asli Lombok dengan para imigran dari pulau Jawa.
Ada juga yang mengatakan bahwa nenek moyang suku sasak adalah orang Jawa. Seorang ilmuan, menyebutkan bahwa “Sasak” secara etimologi, berasal dari kata “sah” yang berarti “pergi” dan kata “shaka” yang berarti “leluhur”.
Sehingga sasak memiliki arti “pergi ke tanah leluhur”. Dari pengertian inilah leluhur orang Sasak diduga adalah orang Jawa. Bahasa Sasak memiliki kedekatan dengan sistem aksara di Jawa-Bali, terutama berkenaan dengan sistem aksara yang sama-sama menggunakan aksara “Ha-Na-Ca-Ra-Ka”.
Namun, secara pelafalan, bahasa Sasak lebih memiliki kedekatan dengan bahasa Bali. Para entomolog menggolongkan bahasa Sasak ke dalam rumpun bahasa Austronesia Malayu-Polinesian.
Kebudayaan Khas Suku Sasak
Suku Sasak dikenal dengan berbagai macam tradisi dan kebudayaan yang khas. Kehidupan masyarakat suku Sasak terkesan masih sangat natural dan otentik.
Bangunan rumah yang hanya berjumlah 150 buah di desa ini, juga masih tergolong sederhana jika dibandingkan dengan desa-desa yang lain. Tempat tinggal masyarakat suku tersebut disebut dengan Bale. Bale memiliki jenis hingga arsitektur khusus dan unik.
-
Jenis dan tipe Bale
Terdapat tiga tipe bale dengan fungsi berbeda-beda. Tiga jenis Bale tersebut adalah Bale Bonter, Bale Kodong, dan Bale Tani. Bale yang digunakan sebagai tempat tinggal untuk para pemangku kekuasaaan disebut dengan Bale Bonter. Pengantin baru bisa tinggal di Bale Kodong. Bale Kodong ini juga bisa digunakan oleh orang tua. Sedangkan, bagi yang sudah memiliki keluarga dan memiliki anak cucu, bisa tinggal di Bale Tani.
-
Ruangan di dalam Bale
Di dalam Bale terdapat dua ruangan yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda. Bagian luar atau biasa disebut sebagai ruang tamu, digunakan untuk menerima tamu dan sebagai kamar tidur. Bagian depan ini dibagi dua lagi yakni bagian kanan yang digunakan sebagai tempat tidur bapak ibu, dan bagian kiri yang dijadikan sebagai ruang tidur laki-laki yang di atasnya terdapat sela berupa rak untuk menyimpan benda pusaka.
Bale bagian dalam adalah kamar tidur perempuan. Berisi tempat tidur pribadi yang sekaligus dijadikan sebagai ruang untuk melahirkan. Ruangan di bagian dalam ini letaknya lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan bale bagian luar. Pada bagian tengah bale terdapat tiga anak tangga yang berfungsi sebagai penghubung antara ruang bagian dalam dengan ruang bagian luar.
Susunan anak tangga pertama di simbolkan sebagai Tuhan, anak tangga yang kedua sebagai simbol ibu, dan anak tangga ketiga sebagai simbol bapak.
-
Lumbung padi
Lumbung padi di desa ini bentuknya menyerupai bale. Persediaan padi sebagai makan pokok setelah musim panen akan disimpan di lumbung ini. Ijuk menjadi bahan pembuat atap lumbung dengan arsitektur yang unik. Sebagai alas, suku Sasak menggunakan tanah liat dengan campuran sekam padi.
Menjaga kebersihan juga menjadi kebiasaan masyarakat suku tersebut. Dalam seminggu sekali atau pada saat pelaksanaan upacara adat, kotoran kerbau akan digunakan untuk membersihkan lantainya dengan cara dipel. Masyarakat suku Sasak meyakini serangga hingga berbagai kekuatan magis yang buruk bisa diusir dengan membersihkan Bale menggunakan kotoran kerbau.
-
Pintu yang pendek
Pintu pada bangunan rumah di suku Sasak berukuran lebih pendek daripada tinggi bangunannya. Ornamen dan bentuk pintu ini mirip dengan bentuk pintu rumah adat di Jawa Tengah. Ukuran pintu yang pendek ini dimaksudkan agar orang yang bertamu, menundukkan kepalanya untuk menghormati penghuni rumah.
-
Rumah yang berdempetan
Penduduk suku sasak biasa membangun rumah dengan bentuk serta ukuran yang hampir sama satu sama lain. Rumah ini dibuat berdempetan dengan rumah lain, dengan penghubung berupa jalan setapak kecil antar rumah satu dengan lainnya. Selain bentuknya yang sederhana, perabotan rumah ini juga jauh dari kesan mewah atau mahal.
Pekerjaan Utama Masyarakat Suku Sasak
Bertani menjadi pekerjaan utama bagi masyarakat suku Sasak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Para ibu bekerja sebagai penenun yang juga menurunkan keahliannya pada anak perempuan yang sudah diajarkan sejak mereka berusia 10 tahun. Kegiatan menenun ini biasa dilakukan di depan rumah menggunakan dipan.
Terdapat sebuah adat di suku Sasak yang mengatur mengenai larangan menikah bagi para gadis yang belum bisa menenun. Kain tenun sendiri memiliki proses pengerjaan yang relatif lama, sehingga tidak aneh jika kerajinan ini memiliki nilai jual yang tinggi. Selain sebagai kain khas suku tersebut dan dijadikan buah tangan, mahar dalam acara pernikahan suku Sasak juga biasa menggunakan kain tenun.
Tradisi Menikah Muda
Salah satu tradisi unik yang ada pada masyarakat desa Sade ini adalah memperbolehkan anak perempuannya menikah pada usia 14 tahun, dengan anak laki-laki yang sudah berusia 19 tahun. Adatnya, selama tiga hari, setiap perempuan yang akan menikah “diculik” terlebih dahulu oleh mempelai laki-laki.
Diculik ini artinya hanya menginap di rumah kerabatnya dengan catatan calon mempelai tidak boleh menginap di area desa tersebut. Tradisi ini masih berjalan untuk menghormati para leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat suku tersebut.
Corak Keagamaan yang Beraneka Ragam
Animisme masih menjadi kepercayaan suku Sasak. Berdasar pada sistem kepercayaan Suku Sasak keagamaan masyarakatnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama yakni Boda, Wetu Telu, dan Islam (Wetu Lima).
Boda merupakan kepercayaan asli Suku Sasak, beberapa menyebutnya dengan istilah Sasak Boda. Meskipun sekilas ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, Boda tidak memiliki hubungan dengan Buddhisme.
Orang Sasak yang menganut kepercayaan tidak mengenal dan mengakui Sidharta Gautama (Sang Buddha) sebagai tokoh utama.
Agama Boda orang Sasak ini ditandai dengan penyembahan roh-roh leluhur mereka. Sedangkan agama Wetu telu memiliki ciri yang hampir sama dengan Hindu-Bali juga Kejawen. Hal ini didasarkan pada pandangan yang berakar pada kepercayaan mengenai kehidupan yang senantiasa mengalir.
Baca juga suku Baduy
Selain Boda dan Wetu telu, suku Sasak juga merupakan pemeluk Islam yang taat. Setiap satu minggu sekali pada hari rabu, masyarakat akan mengunjungi makam leluhur yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di daerah mereka.
Para penganut Islam suku Sasak telah membangun Masjid tempat ibadah mereka dengan gaya arsitektur khas yang berbahan dasar kayu dan bambu, sedangkan bagian atapnya terbuat dari jenis alang-alang atau sirap bambu.
Desa Sade berikut suku Sasak yang tinggal di dalamnya, telah menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang ada di Lombok yang memiliki magnet tersendiri.
Untuk menarik minat para pelancong, masyarakat suku Sasak terus menjaga keaslian bentuk bangunan rumahnya. Menutup diri dari para wisatawan bukanlah pilihan yang bagus untuk suku Sasak. Mereka sangat terbuka untuk para wisatawan yang ingin mempelajari kebudayaan di desa mereka.