Suku Baduy – Indonesia adalah negeri yang begitu kaya dengan kebudayaan dan adat istiadat. Ratusan suku tersebar mulai dari pulau Sumatera di barat hingga Papua di timur.
Setiap suku yang ada memiliki budaya dan aturan adat tersendiri yang sekaligus mencirikan sukunya masing-masing. Tak jarang, konsekuensi yang besar menanti para penduduk adat jika melanggar aturan suku yang sudah ditanamkan dan telah dijalankan secara turun-temurun.
Mengenal Suku Baduy yang Unik
Salah satu suku yang memiliki aturan adat yang terbilang unik dan khas adalah Suku Baduy. Suku ini ada di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sebuah sumber menyebutkan bahwa para peneliti Belanda memberi nama Baduy yang berasal dari sebutan “Badawi”.
Mereka menyamakan masyarakat Baduy yang hidup secara nomaden dengan kelompok masyarakat Arab yang disebut dengan orang “Badawi”. Sedangkan menurut referensi yang lain, nama Baduy berasal dari nama sebuah sungai di daerah Lebak yang disebut sungai Baduy Dalam.
Terlepas dari versi asal-usul yang beredar, orang asli Baduy lebih suka menamai suku mereka dengan istilah “orang kenekeas”, sesuai dengan nama wilayah yang mereka tinggali. Orang Baduy percaya bahwa Batara Cikal adalah nenek moyang dari orang kenekeas. Batara Cikal adalah salah satu dewa atau batara yang turun ke bumi.
Nenek moyang pertama manusia yakni Nabi Adam juga tak jarang, juga dikaitkan oleh masyarakat Baduy sebagai leluhurnya.
Fakta-fakta Menarik Suku Baduy
Suku Baduy dikenal sangat menjaga nilai kearifan lokal dan adat yang dimilikinya hingga saat ini. Maka, tak mengherankan jika suku Baduy memiliki daya tarik yang besar sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Indonesia. Berikut ini adalah 13 fakta unik suku Baduy yang tak biasa.
Peralatan mandi alami
Ketika mandi, masyarakat Baduy tidak akan menggunakan sabun, shampo atau pasta gigi. Mereka biasa memanfaatkan sesuatu yang disediakan oleh alam untuk membersihkan diri. Kamar mandi atau bilik untuk aktivitas mandi dan kakus biasanya tersebar di beberapa titik di tepi sungai. Namun tak semuanya menyediakan lubang khusus untuk buang air.
Sebagai pengganti sabun, batu dijadikan alat yang digunakan oleh masyarakat Baduy. Batu ini digunakan dengan cara di gosok-gosokan ke tubuh mereka untuk menghilangkan kotoran. Selain batu, serabut kelapa juga dimanfaatkan untuk membersihkan gigi.
Suku Baduy tidak ingin menggunakan peralatan yang mengandung bahan kimia hingga peralatan berbahan plastik yang nantinya hanya akan merusak alam.
Meskipun terkesan primitif, ketika ada tamu atau wisatawan yang berkunjung, masyarakat Baduy akan menyediakan beberapa rumah khusus. Rumah ini terkadang dilengkapi fasilitas kakus, meskipun sekadarnya.
Tak boleh berkunjung selama 3 bulan lamanya
Ada sebuah tradisi unik yang ada di suku Baduy ini. Namanya “kawulu”. Kawulu merupakan tradisi berpuasa yang dilakukan selama 3 bulan berturut-turut. Kawulu dianggap sebagai kegiatan sakral dan tidak boleh diganggu oleh masyarakat luar.
Saat masyarakat Baduy sedang melaksanakan tradisi ini, ada larangan bagi penduduk luar untuk berkunjung ke Baduy. Masyarakat Baduy akan memanjatkan doa kepada nenek moyang selama masa Kawulu.
Doa ini bertujuan agar selalu dikarunia keselamatan dan melimpahnya hasil tani. Jika ada wisatawan yang ingin berkunjung, hanya di perbolehkan sampai ke perkampungan Baduy Luar namun tetap tidak boleh menginap.
Patuh dan taat pada Pu’un
Suku Baduy memiliki seorang pimpinan atau tokoh sebagai panutan dalam mengambil keputusan yang dinamakan Pu’un. Keputusan dalam menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat juga memperhatikan saran seorang Pu’un. Masyarakat Baduy sangatlah menghormati sosok Pu’un.
Selain permasalahan sosial, masa tanam dan panen di suku Baduy juga turut ditentukan oleh Pu’un. Berlakunya hukum adat di masyarakat Baduy menjadi tugas lain yang di ampu oleh Pu’un. Ketika ada seorang penduduk Baduy yang sakit, maka Pu’un jugalah yang akan mengobati.
Berjalan kaki puluhan kilometer? Tak masalah
Berjalan kaki bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat suku Baduy. Ketika ingin bepergian kemana saja, masyarakat Baduy lebih memilih berjalan kaki dibanding menggunakan kendaraan atau transportasi umum.
Berjalan kaki sejauh apapun bukan menjadi masalah. Adat unik yang satu ini tentu memiliki kelebihan, dimana selain menyehatkan, budaya berjalan kaki juga membuat alam di Baduy masih sangat asri.
Rumah tanpa semen
Jangan heran ketika berkunjung ke Baduy dan tidak menemukan rumah berbahan semen sama sekali. Fungsi semen dan batu bata yang biasa digunakan dalam konstruksi rumah konvensional digantikan oleh kayu, bambu, dan bahan-bahan alami lainnya.
Sebagai gantinya, suku Baduy menggunakan potongan-potongan kayu untuk menopang rumah, anyaman bambu sebagai lantai dan dinding rumah.
Tak hanya konstruksi rumah, jembatan yang ada di suku Baduy juga terbuat dari bilah-bilah bambu bahkan sanggup dirangkai yang ditata sedemikian rupa melintasi sungai.
Sebagai perekatkan, warga Baduy menggunakan serat rotan atau serat kayu yang bisa didapat dengan mudah di hutan.
Budaya gotong royong
Masyarakat Baduy hampir tak pernah melupakan budaya bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakatnya. Gotong royong sudah mendarah daging dan tertanam dalam diri masyarakat Baduy.
Ketika penduduk ada yang ingin memindahkan lahan pertaniannya ke lahan yang lebih subur, penduduk lain akan saling bergotong royong dan saling membantu.
Tembikar dari kuningan sebagai tanda kesejahteraan
Suku Baduy memiliki bentuk rumah yang sama. Rumah yang besar dan mewah yang tampak lebih menonjol dari rumah lainnya tidak akan ditemukan di sini.
Sebagai pertanda kesejahteraan atau kekayaan di masyarakat Baduy, kepemilikan tembikar dari kuningan menjadi salah satu yang bisa dijadikan patokan. Semakin banyak jumlah tembikar yang dimiliki, semakin tinggi pula \ tingkat kesejahteraan orang tersebut di lingkungannya.
Tidak menolak dijodohkan
Perjodohan adalah adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Baduy. Setelah berusia 14 tahun, seorang gadis suku Baduy biasanya akan dijodohkan dengan laki-laki yang juga berasal dari suku tersebut.
Hak untuk memilih calon mempelai wanita yang ingin dijodohkan, diberikan pada orang tua calon mempelai pria.
Jika dirasa tidak ada yang cocok juga, Pu’un lah yang akan memilihkan. Sehingga calon pengantin pria maupun wanita mau tak mau harus menerima pilihan yang telah diberikan Pu’un.
Ayam adalah makanan mewah
Ayam adalah hewan peliharaan yang dimiliki oleh hampir seluruh warga. Masyarakat disana memang gemar memelihara ayam. Ketika ada hari-hari besar seperti pernikahan atau upacara adat, masyarakat Baduy akan menyembelih ayam peliharaan mereka.
Namun hanya pada hari-hari tertentu orang Baduy mengkonsumsi ayam peliharaan mereka. Oleh karena itu, ayam menjadi santapan yang mewah di sini.
Memasak dengan kayu bakar
Suku Baduy masih memakai cara tradisional untuk mengolah makanan, yakni menggunakan kayu bakar.
Meski sudah mengenal praktik dan alat masak modern ketika membeli makanan dari luar kampung, kayu bakar menjadi salah satu bahan pokok yang selalu tersedia di dapur sebagai bahan bakar aktivitas masak-memasak di suku Baduy.
Memakamkan jenazah tanpa tanda kuburan
Pemakaman di suku Baduy menggunakan lahan yang berada di hutan dan tidak diberi tanda kuburan seperti gundukan atau semacam tancapan batu nisan sebagaimana biasanya.
Setelah memakamkan jenazah, warga Baduy akan meratakan lahan kuburan ke bentuk semula. Kemudian tujuh hari berikutnya, mereka akan membiarkan lahan tersebut ditumbuhi tanaman, bahkan menggunakan lahan tersebut untuk berladang.
Perabotan rumah yang sederhana
Barang-barang hasil kebudayaan modern seperti piring atau cangkir dari logam atau kaca bukanlah jenis perabotan yang bisa ditemukan di dalam rumah-rumah suku Baduy.
Gelas dari potongan pohon bambu, hingga peralatan masak lain dari alam, lebih disukai dan dipilih oleh warga Baduy. Selain itu menggunakan barang-barang dari alam, warga Baduy juga tidak menggunakan segala jenis peralatan elektronik di rumahnya.
Bebas panen madu dan durian
Kampung Baduy adalah surganya Durian. Raja buah ini dapat dengan mudah dijumpai hampir di sepanjang tepi sungai. Bahkan tak sedikit durian yang berserakan dan membusuk tanpa ada yang memungut.
Baca juga suku jawa
Selain durian, suku Baduy juga bertani madu hutan dan menjajakan ke warga atau ke pasar kota. Terdapat dua jenis madu yang biasa dijual, yakni madu biasa dan madu hitam. Madu khas suku Baduy memiliki aroma bebungaan yang jarang didapatkan pada madu-madu lain, sedangkan madu hitam terkenal akan khasiatnya.
Suku Baduy terkenal dengan semua kesederhanaannya sangat menghargai alam dan ingin selalu bisa hidup selaras bersama alam.
Jika ingin berkunjung ke perkampungan Baduy, maka menjaga kerukunan adalah hal yang harus dilakukan. Menuruti segala aturan adat yang ada juga menjadi sebuah kewajiban yang tak boleh dilalaikan.