Aksara Jawa adalah turunan dari jenis aksara Brahmi. Jenis aksara ini memang sudah lama digunakan pada beragam wilayah di kalangan Nusantara. Di antara wilayah yang menggunakan jenis aksara ini adalah Pulau Jawa, Makasar, Sunda, Melayu, Sasak serta umum dipakai untuk penulisan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa.
Untuk awal mula penggunaan dari aksara Jawa sendiri sudah cukup lama bahkan sejak abad ke 17 Masehi pada masa berdirinya kerajaan Mataram Islam. Pada masa tersebut pula ditetapkan abjad Hanacaraka atau carakan yang dikenal hingga hari ini.
Kemudian di abad 19 Masehi barulah aksara Jawa dibuat dalam bentuk cetakan. Aksara Jawa sebenarnya merupakan gabungan dari aksara Abugida dan juga aksara Kawi. Berdasarkan pada struktur dari tiap-tiap huruf yang setidaknya mewakili dua buah dari abjad aksara di dalam bentuk huruf latinnya. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa aksara Jawa memang merupakan gabungan dari kedua aksara yang disebutkan itu.
Di antara contohnya adalah Ha yang menjadi perwakilan dari huruf H dan juga A. Kedua suku kata yang bisa dibilang utuh dibandingkan dengan kata Hari. Kemudian aksara Na yang merupakan gabungan dari huruf N dan A. Ini juga menjadi suku kata yang utuh dibandingkan dengan kata Nabi. Oleh karena itu, cacah huruf yang terdapat pada sebuah penulisan kata yang disingkat apabila dibandingkan dengan tata cara menulis dalam bentuk aksara latin.
Sebagaimana jenis aksara Hindi, dalam bentuk yang orisinil, tata cara untuk menulis aksara Jawa yaitu Jawa Hanacaraka adalah dengan cara menggantung atau diberi garis di sisi bawah. Lalu, dari waktu ke waktu seiring dengan berjalannya waktu terdapat modifikasi, tepatnya di jaman modern dimana para guru mengajarkan Hanacaraka dengan penulisan aksara yang berada di atas garis.
Aksara Jawa
Di dalam aksara Jawa atau Hanacaraka terdapat beberapa tata cara penulisan. Juga terdapat beberapa unsur serta aturan yang lainnya. Dengan menjelaskan masing-masing huruf serta aturan itu, diharapkan nanti bisa memudahkan pembelajaran atau proses memahami tata cara penulisan Aksara Jawa sebelum kemudian praktik menulis.
Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini akan didahulukan tentang penjelasan dasar dari aksara Jawa terlebih dahulu.
Untuk orang yang belum mengenal aksara Jawa, maka dibutuhkan catatan khusus seperti ulasan berikut ini.
- Ha menjadi wakil untuk fonem /a/dan/ha/. Jika aksara ini berada pada bagian depan sebuah kata, akan dibaca dengan /a/. Namun aturan ini tidaklah berlaku untuk nama atau jenis kata bahasa asing selain dari bahasa Jawa asli.
- Da di dalam penulisan Jawa latin digunakan untuk bagian /d/ dental serta meletup dimana posisi lidahnya ada di bagian belakang pangkal gigi seri atas kemudian diletupkan. Untuk /d/ ini berbeda sekali dari bahasa Melayu atau Indonesia.
- Dha di dalam bentuk penulisan Jawa latin digunakan untuk jenis d-retofleks dimana posisi lidah dengan /d/ untuk bahasa Melayu ataupun Indonesia namun dengan bunyi yang diletupkan.
- Tha di dalam bentuk penulisan Jawa latin digunakan untuk t-retofleks dimana posisi lidahnya sama dengan /d/ namun untuk pengucapannya tidak diberatkan. Untuk bunyi yang satu ini sangat mirip dengan orang yang memiliki aksen Bali di dalam menyuarakan huruf “t”.
Adapun makna dari aksara Jawa adalah sebagai berikut:
Ha adalah hana hurup wening suci yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah adanya hidup merupakan kehendak dari Tuhan yang Maha Suci.
Na maknanya adalah Nur Candra atau warsitaning Candara yang artinya adalah pengharapan dari manusia yang selalu mengharapkan sinar dari Ilahi.
Ca merupakan cipta weding, cipta dadi, cipta mandulu yang artinya adalah suatu arah serta tujuan dari Sang Maga Tunggal.
Ra merupakan rasaingsun handulusih yang maknanya adalah cinta sejati yang muncul dari cinta kasih dalam nurani.
Ka merupakan karsaningsun memayuhayuning bawana yang maknanya adalah sebuah hasrat yang diarahkan untuk sebuah kesejahteraan alam.
Da merupakan dumadining Dzat kang tanpa winangenan yang artinya adalah menerima kehidupan ini dengan apa adanya.
Ta merupakan tatas, tutus, titis, titi lan wibawa yang artinya adalah sesuatu yang mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian di dalam memandang sebuah hidup.
Sa merupakan suram ingsun handulu sifatullah yang artinya adalah pembentukan kasih sayang sebagaimana kasihnya Tuhan.
Wa merupakan wujud hana tan kena kinira yang artinya adalah ilmu manusia yang hanya terbatas akan tetapi untuk implementasinya sangat tidak terbatas.
La merupakan lir handaya paseban jati yang artinya adalah menjalankan hidup semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan dari Tuhan.
Pa merupakan papan kang tanpa kiblat yang artinya adalah hakihat Tuhan yang sejatinya ada tanpa arah.
Dha merupakan duwur wekasane endek wiwitane yang artinya adalah untuk bisa mencapai puncak harus dimulai dari dasarnya atau dari bawah terlebih dahulu.
Ja merupakan jumbuhing kawula lan gusti yang artinya adalah senantiasa berusaha untuk mendekati Tuhan dan memahami kehendak Tuhan.
Ya merupakan yakin marang sembarang tumindak kang dumadi yang maknanya adalah yakin terhadap ketetapan dan kudrat Ilahi.
Nya merupakan nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki yang artinya adalah memahami sunnatullah atau kodrat dari kehidupan ini.
Ma merupakan madep mantep manembah maring Ilahi yang artinya adalah mantap di dalam menyembah Tuhan.
Ga merupakan guru sejati sing muruki yang artinya adalah pembelajaran kepada guru nurani.
Ba merupakan bayu sejati kang andalani yang artinya adalah menyelaraskan diri kepada gerak gerik dari alam.
Tha merupakan tukul saka niat yang artinya adalah segala sesuatu harus tumbuh dan diawali dengan niat.
Nga merupakan ngracut busananing manungso yang artinya adalah melepas ego pribadi pada manusia.
Aksara Carakan
Aksara Carakan merupakan jenis aksara yang paling mendasar dalam mempelajari aksara Jawa. Jika disaksikan dari namanya saja sudah bisa dipahami bahwa jenis aksara ini adalah untuk menuliskan kata-kata.
Penting untuk menjadi pengetahuan bahwa masing-masing dari aksara Carakan ini memiliki bentuk beserta pasangannya. Aksara pasangan tersebut digunakan untuk mematikan atau menghilangkan bentuk vokal dari aksara yang sebelumnya.
Supaya Anda lebih mudah dalam memahami hal ini, penting untuk dijelaskan mengenai aturan pasangan di dalam aksara Carakan beserta cara untuk mengucapkannya. Jenis aksara ini terbagi menjadi beberapa huruf yang saat ini dikenal sebagai Hanacaraka.
Pasangan Aksara Jawa
Untuk aksara Jawa berikut pasangannya akan dijelaskan pada kesempatan berikut ini. Pasangan sendiri merupakan bentuk khusus yang terdapat pada aksara Jawa untuk menghilangkan ataupun mematikan suatu vokal dari bentuk aksara yang sebelumnya. Aksara pasangan ini akan digunakan untuk menulis bentuk suku kata yang di dalamnya tidak ada vokal.
Contoh Penggunaan Pasangan Aksara Jawa
Adapun contoh penggunaan pasangan dalam aksara Jawa adalah kata “mangan sega” (makan nasi). Agar kalimat tersebut tidak dibaca manganasega, maka perlu mematikan atau menghilangkan huruf na. Adapun cara untuk menghilangkan huruf Na tersebut adalah dengan memberikan pasangan yang diletakkan pada huruf se. Dengan demikian, cara membaca aksara Jawa tersebut adalah “mangan sega”.
Aksara Swara
Aksara Swara merupakan jenis aksara yang digunakan untuk menuliskan jenis huruf vokal yang berasal dari bentuk kata serapan dari bahasa asing supaya pelafalannya menjadi lebih tegas.
Sandangan Aksara Swara
Setelah mengenal apa itu aksara Swara, penting untuk diulas mengenai sandangan aksara Swara karena ternyata banyak orang yang kebingungan membedakan antara aksara Swara dengan sandangan.
Sandangan merupakan bentuk huruf vokal yang tidak mandiri dan digunakan ketika berada di bagian tengah dari kata. Sedanghkan di dalam sandangan akan dibedakan berdasar pada cara membacanya.
Untuk aksara Swara ini juga tidak sama dengan jenis aksara-aksara yang lain. Ia juga dilengkapi dengan pasangan. Aksara Swara juga memiliki beberapa aturan penulisan yang penting untuk diperhatikan. Berikut rinciannya:
- Aksara Swara tidak bisa dijadikan sebagai bentuk aksara pasangan.
- Apabila aksara Swara menemukan sigegan atau konsonan yang ada pada akhir suku kata yang sebelumnya, maka sigegan itu harus dimatikan dengan yang namanya pangkon.
- Aksara Swara bisa diberikan suatu sandangan wignyan, cecak, wulu, suku, dan lain sebagainya.
Aksara Rekan
Penting untuk dicatat bahwa berbagai bentuk huruf yang terdapat dalam hanacaraka tidak bisa memenuhi keperluan penulisan sejumlah kata yang asalnya dari Negara lain. Sebagai solusi atas hal ini, maka dibuatlah suatu bentuk aksara rekan yang dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab.
Hal ini dikenal dengan aksara Rekan. Aksara Rekan sendiri merupakan jenis aksara yang dipakai untuk penulisan huruf serapan yang asalnya adalah dari bahasa Arab. Misalnya saja huruf f, kh, dz dan lainnya.
Aksara jenis ini dipakai untuk menuliskan konsonan yang terdapat pada kata-kata asing yang masih sesuai dengan bentuk aslinya.
Aksara Rekan yang terdapat di dalam Hanacaraka ini terdapat lima bentuk. Dan semua memiliki pasangan masing-masing. Adapun untuk aturan penulisannya juga berbeda dengan yang lain. Berikut rinciannya,
- Tidak seluruh aksara Rekan yang ada memiliki pasangan. Pasangan dalam aksara ini hanyalah Fa dan yang lainnya tidak punya.
- Aksara Rekan sejatinya dalam praktiknya bisa diberikan pasangan.
- Aksara Rekan juga bisa diberikan sandhangan seperti aksara-aksara lain di dalam Hanacaraka.
Contoh Aksara Rekan
Dengan mempelajari contoh aksara Rekan, Anda akan semakin mudah dalam memahami langkah penulisan yang benar dari suku kata dan bahasa yang berasal dari Negara lain seperti Arab.
Contoh aksara Rekan ini memang cukup rumit dan sulit karena tidak tercover di dalam Hanacaraka. Namun jika sudah mengetahui contohnya, tentu akan semakin memudahkan Anda, khususnya yang masih menjadi pemula dalam memahami aksara Jawa.
Aksara Murda
Aksara Murda dan Pasangannya
Secara lebih mudahnya, aksara Murda merupakan sejenis huruf kapital di dalam jenis aksara Jawa. Aksara Murda ini secara khusus dipakai untuk menulis jenis huruf depan suatu nama orang, nama tempat, atau kata-kata lain yang awalnya memakai huruf kapital.
Di samping itu, jenis aksara ini juga dipakai di awal sebuah kalimat atau awal sebuah paragraf.
Di antara kegunaan dari aksara ini adalah untuk menuliskan nama gelar, nama orang, nama geografi, nama lembaga pemerintahan, serta nama lembaga yang berbadan.
Karena kata-kata tersebut di dalam bahasa Indonesianya menggunakan huruf besar, maka dalam bahasa Jawa menggunakan aksara khusus yang dikenal dengan aksara Murda ini.
Namun, penting untuk dijadikan cacatan bahwa tidak semua aksara yang terdapat di Hanacara terdapat bentuk aksara Murdanya. Setidaknya hanya ada delapan buah aksara Murda. Aksara ini juga memiliki bentuk pasangan tersendiri yang fungsi atau kegunaannya sama dengan pasangan di dalam aksara Jawa.
Contoh Aksara Murda
Aksara Murda memang tidak begitu sulit di dalam penulisannya. Dengan dilengkapi dengan contoh tersendiri, ini akan membantu Anda dalam belajar aksara Jawa sehingga menjadi lebih mahir. Khususnya saat menjumpai berbagai huruf kapital atau suku kata yang memakai huruf besar.
Untuk aturan penulisannya sendiri, aksara Murda ini sebenarnya hampir mirip dengan penulisan aksara pokok di dalam Carakan. Namun ada beberapa aturan tambahan, berikut aturannya.
- Aksara Murda tidak bisa dijadikan sebagai sigeg atau yang biasa dikenal dengan konsonen penutup untuk jenis suku kata.
- Apabila ditemui bentuk aksara Murda yang menjadi sigeg, maka harus dituliskan bentuk aksara pokoknya.
- Jika di dalam satu suku kata atau kalimat terdapat lebih dari satu bentuk aksara Murda, maka terdapat dua aturan yang bisa dipakai. Yaitu dengan mencantumkan aksara murda untuk yang terdepan saja atau dengan menuliskan semua aksara Murda yang ditemui.
Aksara Wilangan
Adapun pengertian dari aksara wilangan atau yang dikenal dengan bilangan merupakan sebuah aksara yang dipakai untuk menulis jenis angka di dalam aksara Jawa.
Angka sendiri digunakan untuk menyatakan suatu lambang bilangan atau nomor. Angka di sini bisa berjenis ukuran, luas, berat, panjang, nilai uang, satuan waktu dan lain sebagainya. Berbagai jenis kuantitas penulisan angka ini dilakukan dengan mengapitkan tanda yang ada pada pangkat pada bagian awal serta akhir dari penulisan angka.
Untuk penulisan satuan di dalam sebuah bilangan, satuan tersebut bisa ditulis di dalam bentuk kata lengkapnya. Misalnya saja kilometer, meter, kilogram dan lain sebagainya.
Tanda Baca Aksara Jawa
Setelah memahami secara mendetail mengenai huruf dan juga bilangan dalam aksara Jawa, selanjutnya akan diulas mengenai aturan di dalam penulisan aksara Jawa sendiri. Tanda baca atau pratandha dalam aksara Jawa dibutuhkan untuk penulisan aksara Jawa.
Aksara Jawa sendiri memiliki beberapa macam bunyi yang berbeda saat diucapkan. Hal itu tergantung pada masing-masing kata yang ditulis memakai aksara tersebut.
Misalnya saja a bisa dibaca a pada jenis kata papat dan bisa juga dibaca a pada kata lara. Aturan tersebut juga diberlakukan pada bunyi e yang memiliki beberapa varian bunyi di dalam pengucapannya.
Di dalam hanacaraka sendiri, ada beberapa tanda baca di dalam penulisan aksara tersebut. Di dalam perangkat lunak, ada empat buah tanda baca yang perlu diketahui.
- Pada adeg-adeg
Yang digunakan pada adeg-adeg adalah di bagian depan kalimat di masing-masing alineanya.
- Pada adeg
Untuk pada adeg ini digunakan untuk menandakan bagian yang tertentu pada sebuah teks yang perlu untuk diperhatikan, untuk hal ini hampir sama dengan jenis tanda baca kurung.
- Pada lingsa
Adapun pada lingsa sendiri digunakan di akhir bagian kalimat sebagai sebuah tanda intonasi yang masih setengah selesai. Tanda ini setara atau sesuai dengan tanda koma.
- Pada lungsi
Selanjutnya adalah pada lungsi yang digunakan pada akhir sebuah kalimat. Tanda baca satu ini sangat setara dengan tanda titik.
- Pada pangkat
Pangkat ini memiliki beberapa fungsi di dalamnya. DI antaranya adalah untuk akhir pernyataan lengkap apabila diikuti dengan beberapa jenis rangkaian. Selain itu juga digunakan untuk pangkat yang mengapit suatu petikan langsung.
Video Belajar Menulis Aksara Jawa
Belajar teori penulisan aksara Jawa sendiri tidaklah cukup, perlu dilakukan upaya untuk belajar menuliskan aksara Jawa. Untuk bisa menuliskan aksara Jawa sendiri, belajar teorinya saja tidak cukup.
Anda juga harus mempelajari tips dan cara untuk menulisnya. Nah, video berikut ini akan memudahkan Anda di dalam proses belajar menuliskan aksara Jawa dengan cepat dan praktis. Berbagai tutorial dari masing-masing aksaranya dicantumkan dalam video ini agar bisa mempercepat proses belajar Anda.
Belajar Membaca Aksara Jawa
Penting untuk dicatat bahwa aksara Jawa memiliki cukup banyak bunyi yang tentu saja akan berbeda dalam hal pengucapannya. Hal itu ditentukan atau tergantung dengan masing-masing kata yang dituliskan dengan aksara tersebut. Misalnya a bisa dibaca dengan a pada kata papat dan bisa juga a pada kata lara. Aturan yang serupa juga terdapat pada huruf e.
Membaca aksara Jawa ini tentu lebih sulit dibandingkan dengan belajar membaca bahasa Inggris. Sehingga Anda harus benar-benar jeli dan bersabar selama proses berlatih membaca aksara Jawa.
Dan untuk bisa lancar di dalam proses membaca aksara Jawa, Anda harus berlatih membaca setiap hari dengan sesering mungkin. Kebiasaan membaca akan membantu Anda mengingat berbagai komponen di dalamnya, termasuk tanda baca dan lain sebagainya.
Alangkah baiknya proses belajar membaca aksara Jawa ini diimbangi dengan banyak menulis sehingga akan semakin mempermudah proses belajar sehingga bisa menjadi lebih lancar.
Sejarah Asal Usul Aksara Jawa
Banyak orang yang penasaran dengan sejarah dari aksara Jawa sendiri. Sebenarnya, ada beberapa legenda dari aksara Jawa yang hingga hari ini masih dikenal bahkan diajarkan di sekolah-sekolah. Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa sejarah munculnya aksara Jawa itu sendiri.
Terdapat seorang ksatria hebat yang asalnya dari tanah Jawa. Namanya adalah Aji Saka. Ia mempunyai seorang abdi yang sangat setia kepadanya. Abdi tersebut bernama Sembada dan Dora. Pada suatu masa, Aji Saka melakukan sebuah perjalanan ke salah satu kerajaan bernama Medang Kamulan yang saat itu tengah diperintah oleh seorang raja yang suka memakan daging manusia. Adapun nama dari raja tersebut adalah Prabu Dewata Cengkar.
Prabu Dewata Cengkar setiap harinya meminta kepada para pelayan serta plajuritnya untuk senantiasa menghidangkan daging manusia sebagai makanan pokok setiap hari. Ini membuat masyarakat resah dan karena itu, Aji Saka memiliki inisiatif untuk melawan sang saja tersebut dengan keduanya abdinya.
Cerita singkatnya, Aji Saka sampai pada pinggiran hutan dan sudah masuk ke kawasan kekuasaan Medang Kamulan. Sebelum ia benar-benar masuk ke kawasan kerajaan tersebut, Aji Saka memerintahkan kepada abdi yang namanya Sembada untuk tetap tinggal di sana dengan menjaga keris pusaka yang dimiliki Aji Saka.
Ia kemudian berpesan supaya keris tersebut dijaga dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali kepada Aji Saka. Sedangkan Dora yang merupakan abdi kedua diajak oleh Aji Saka untuk menghadap ke Prabu Dewata Cengkar.
Setelah berjumpa dan menghadap langsung ke Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka membuat suatu kesepakatan dengan raja tersebut. Ia bersedia dimakan oleh sang raja dengan sebuah syarat. Syaratnya adalah Sang Prabu harus menyerahkan daerah kekuasaannya seluas sorban yang dikenakan oleh Aji Saka.
Akhirnya Prabu pun mengiyakan dan menerima syarat tersebut. Lalu Aji Saka pun memohon kepada Prabu Dewata Cengkar untuk mengukur tanah yang dijanjikan dengan cara memegang salah satu bagian ujung surban. Dan bagian ujung surban yang lain dipegang oleh Aji Saka.
Prabu Dewata Cengkar mulai menarik surban tersebut dan kemudian menjadi terbentang. Sang Prabu terus bergerak muncur dan memanjangkannya. Ia mulai membuka surban supaya menjadi terbentang.
Dengan kesaktian yang dimiliki, ternyata surban tersebut tak habis-habis ketika dibuka. Prabu pun terus berjalan untuk membentangkannya. Kemudian sampailah sang prabu di tepi sebuah laut jurang batu yang terjal dan juga dalam.
Dengan sangat cepat, Aji Saka pun menggoyangkan surban yang ia miliki tersebut dan akhirnya sang Prabu terlempar ke tengah laut. Akhirnya ia pun mati setelahnya. Semua rakyat bersuka cita dan menjadikan Aji Saka sebagai rajanya. Setelah beberapa saat menjadi seorang raja, Aji Saka pun lupa akan kerisnya yang ia tinggal dan titipkan kepada Sembada. Ia pun meminta Dora supaya mengambil keris tersebut. Akhirnya, Dora berangkat untuk mengambil kerisnya dan sampailah di tempat Sembada berada.
Pada awal pertemuan, mereka berbincang saling mempertanyakan kabar masing-masing. Kemudian pembicaraan pun berlanjut kepada Dora yang meminta keris pusaka tersebut untuk diberikan kepada Aji Saka. Namun, Sembada ingat betul bagaimana pesan yang disampaikan oleh Aji Saka kepadanya bahwa ia tidak boleh memberikan keris tersebut kepada siapapun kecuali Aji Saka.
Akhirnya, Sembada pun menolak permintaan Dora untuk menyerahkan keris tersebut. Sementara Dora sendiri harus taat kepada perintah rajanya. Dan akhirnya mereka berdua sama-sama tidak mau mengalah satu sama lain demi menjaga amanah yang diterima.
Merekapun bertengkar dan adu kekuatan satu sama lain. Karena kekuatan serta kesaktian mereka sma, keduanya pun mati bersama-sama. Sesudah itu, kabar kematian tersebut akhirnya didengar oleh Aji Saka.
Karena kecerobohan yang dibuat olehnya, dua abdinya harus mati. Ia sangat menyesal atas hal itu. Agar bisa menghormati dua abdi yang mati karena menjaga amanah tersebut, Aji Saka pun membuat barisan huruf dan juga alphabet yang saat ini dikenal sebagai aksara Jawa.
Ha Na Ca Ra Ka (terdapat dua orang utusan atau carakan)
Da Ta Sa Wa La (saling berperang untuk mempertahankan sebuah amanah)
Pa Dha Ja Ya Nya (lantaran keduanya sama-sama dalam tingkat kesaktian)
Ma Dha Ba Tha Nga (maka keduanya mati manjadi bangkai)
Aksara Jawa memang memiliki cakupan yang luas dan cukup rumit untuk dipelajari. Namun harus terus dipelajari supaya aksara Jawa ini tidak punah dan senantiasa hidup di tengah-tengah kekayaan budaya Nusantara.
Pengajaran aksara Jawa sendiri juga harus dilakukan secara intens agar anak-anak usia sekolah memiliki perhatian besar terhadap aksara ini.
Itulah beberapa ulasan mengenai aksara Jawa dan beberapa pasangannya serta ulasan sejarah munculnya. Dengan mempelajari aksara Jawa, tentu Anda mempertahankan budaya yang sudah muncul sejak dahulu kala. Dan budaya tersebut tidak akan punah dan tetap lestari sampai nanti. Semoga bermanfaat.
izin copas
artikel yang bagus
ngueten ponn (jempol kaleh)
Ralat sedikit yang tulisan “pangeran puger” pang’e’rannya tanda baca “e” nya bukannya seharusnya taling ya bukan pepet? makasih.
Suka banget belajar aksara nusantara.
setelah cukup menguasai Aksara Bali, sekarang ingin belajar Aksara Jawa juga.
Best Artikel
menarik sekali, dulu sangat sedikit dipelajari waktu masih SD
Saya ingin mempelajari lagi aksara jawa setelah lama tidak dipelajari setelah sd dan tidak ada muatan lokal bahasa daerah ketika sd supaya kebudayaan jawa kita tidak hilang, terima kasih.
Maaf ralat maksudnya ketika smp
Akan ku pelajari lagi
Terima kasih atas wawasannya
mantap…..
Joosss Gandosss
do’a kan saya agar bisa belajar aksara jawa sedulur
Sangat membantu